Pernyataan bahwa aktifnya netizen Indonesia di media sosial akan berdampak positif pada tingkat literasi masyarakat adalah kesalahpahaman yang berbahaya. Aktif di media sosial tidak otomatis meningkatkan literasi seseorang.
Definisi literasi menurut KBBI mencakup kemampuan menulis, membaca, serta memahami informasi dan mengolahnya untuk kecakapan hidup. Literasi tidak hanya berarti bisa membaca dan menulis, tetapi juga mencakup pemahaman terhadap apa yang dilihat, dibaca, dan didengarkan.
Berdasarkan pengalaman saya di media sosial, literasi netizen Indonesia terlihat kacau. Sering kali, ketika seseorang menjelaskan sesuatu dengan rinci, respon yang muncul justru jauh dari konteks. Misalnya, ketika ada yang berpendapat bahwa menikah muda itu tidak baik, netizen malah menuduh penulisnya jomblo akut dan sengaja melarang orang lain menikah.
Kedua, meski netizen Indonesia aktif di media sosial, pertanyaannya: aktif melakukan apa? Contohnya, banyak yang aktif menghujat akun Instagram Microsoft setelah riset mengungkapkan bahwa netizen Indonesia paling tidak sopan di dunia maya, atau menyerang akun SBS karena drama “Racket Boys” menampilkan adegan pelatih Korea Selatan yang mengolok pihak Indonesia. Ada juga yang sibuk berjoget di TikTok mengikuti tren lagu terbaru. Banyak kegiatan yang tidak produktif dan tidak menambah nilai.
Ketiga, anggapan bahwa netizen Indonesia kritis juga perlu dipertanyakan. Kritis seringkali hanya sekadar nitpicking, yaitu mencari kesalahan kecil yang tidak penting untuk dikritik. Misalnya, ketika saya bilang “remaja di kota besar sudah terjerumus pergaulan bebas,” pasti ada yang bilang “tidak semua remaja begitu!” Kritik seperti ini tidak membangun, dan lebih seperti anak kecil yang perlu dijelaskan hal detail.
Selain itu, ‘kritis’ ala netizen Indonesia sering kali ngawur. Contoh, soal vaksin, ada yang berpikir bahwa vaksin adalah upaya New World Order atau depopulasi oleh elit global, tanpa pemahaman ilmiah yang benar. Ini mirip seperti anak SMP yang habis nonton Avengers lalu percaya bahwa Thanos sebenarnya punya niat baik.
Netizen Indonesia memang kritis, tapi sering kali pada hal-hal yang tidak relevan atau tidak penting, seperti kehidupan selebritas atau gosip tak berarti.
Jadi, mengapa literasi Indonesia buruk meski netizen aktif dan kritis? Karena aktivitas media sosial tidak meningkatkan literasi, dan kritis yang mereka lakukan sering kali tidak tepat sasaran dan tidak produktif. Hal ini justru memperburuk kondisi literasi bangsa kita.