Pernahkah kamu melihat hantu? Bagaimana ceritanya?
Share
Sign Up to our social questions and Answers Engine to ask questions, answer people’s questions, and connect with other people.
Login to our social questions & Answers Engine to ask questions answer people’s questions & connect with other people.
Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link and will create a new password via email.
Please briefly explain why you feel this question should be reported.
Please briefly explain why you feel this answer should be reported.
Cukup di baca saja. Boleh percaya. Tidak masalah jika tidak, anggap sebagai hiburan.
Saya pernah, dan beberapa kali ditemui hantu.
Apakah saya indigo? Saya rasa bukan. Saya tidak pernah merasa seperti seorang anak indigo.
Yang katanya, bisa berkomunikasi dengan hantu, bisa meraga Sukma, bahkan ada yang bisa mengetahui masa lalu hantu.
Saya tidak begitu.
Saya hanya merasa, saya sering sial dan bertemu dengan mereka saja. Seperti ini misalnya.
1. Sewaktu saya masih kecil. Umur 20 bulan atau sekitar 2 tahun. Ibu saya sedang menjemur padi di depan rumah. Ayah saya bekerja. Karena kami memelihara ayam, jadi ibu menunggu jemuran padi agar tidak habis di serbu ayam. Saya tidur di kamar.
Sekitar tengah hari, ibu saya mengecek apakah saya belum bangun. Tapi ibu saya kaget bukan main. Saya sedang tidur, tapi tidak sendiri. Di sebelah saya, ada seekor anjing hitam yang ikut tidur bersama saya. Masuk dari mana? Kemungkinan jendela kamar karena memang jendelanya besar.
Tapi, anjing siapa dan dari mana ini? Lingkungan kami muslim semua. Dan tidak ada yang memelihara anjing. Kalaupun anjing liar, kenapa ikut tidur tanpa mengigit saya atau memangsa ayam piaraan saja ?
Ibu saya meminta tolong bibinya (adik nenek saya) yang rumahnya di seberang jalan. Tapi saat mereka sampai. Saya masih tidur lelap. Dan anjing tadi sudah hilang entah kemana.
2. Saat saya berumur 3 tahun. Pas Maghrib, ayah ibu saya sedang sholat. Saya duduk di sebuah dipan yang di taruh di ruang tamu. Kami hanya punya 2 kursi waktu itu. Jadi dipan ini bisa di duduki jika ada tamu. Ayah punya sepedah yang biasa di pakai pulang pergi kerja. Sorenya hujan turun lebat sekali, jadi suasana masih dingin.
Saya yang duduk sendiri mendengar suara tertawa. Saya cari tengak tengok. Tidak ada. Tapi suara itu masih terus tertawa. Seolah mengejek saya yang tidak berhasil menemukannya.
Lalu saat saya melihat kearah bawah sepeda. Seekor ayam jago ada disana. Sedang tertawa. Suara tawanya jelas bukan suara ayam. Itu suara kakek-kakek. Dan ayam itu terus tertawa melihat saya mulai menangis memanggil ayah dan ibu saya.
Saat ibu saya datang, ayam itu sudah lari keluar. Saya tidak ingat bagaimana caranya karena saya sibuk menangis. Tapi ayam itu sudah tidak ada di dalam rumah. Sementara pintu depan masih tertutup rapat. Ibu juga tidak merasa berpapasan dengan ayam saat datang dari arah belakang.
Ibu membawa saya ke kandang ayam. Untuk mengecek ayam mana yang saya katakan tadi. Tapi saya bilang “Ayamnya sudah lari. Sudah pergi. Tidak ada di sini.”
Datanglah tetangga saya yang kebetulan suka sekali dengan hal2 mistis. Mendengar cerita kedua orang tua saya. Dia langsung telanjang bulat membawa garam untuk di sebar keliling rumah. Ibu bilang, paman itu benar-benar tidak lagi merasa malu. Dia bilang jika tidak di Pagari, besok ayam itu akan mengganggu saya lagi.
3. Saat SD, kami membangun rumah lumayan jauh dari rumah sebelumnya tapi masih satu desa. Rumah sebelumnya, adalah rumah papan yang kami tinggali dengan menumpang. Karena rumah belum selesai dibangun saya dan keluarga masih tinggal di rumah lama. Saya punya teman di rumah lama yang munculnya selalu jam 4 sore.
Cewek, lebih tinggi dari saya. Cantik, putih, rambutnya hitam kemerahan agak keriting panjang. Saya ingat sekali, namanya Selena.
Saya selalu bercerita dengan teman-teman saya di sekolah bahwa saya punya teman seorang putri. Tapi teman-teman saya menganggap saya halu dan bahkan gila.
Saya sedih, saya bercerita kepada Selena. Selena hanya diam, kemudian dia bilang “nanti kalau kamu pindah, aku kesepian”.
Saya memintanya bermain ke rumah saya. Karena masih bisa di jangkau dengan sepeda. Dia bilang ayah ibunya tidak akan memperbolehkan. Saya sangat menyukai Selena. Dia baik, dan mengerti saya. Kami sering bermain rumah-rumahan, yang pemerannya adalah gambar cewek bisa di pasangi macam2 baju.
Dia anak orang kaya, karena bajunya bagus. Tapi dia tidak pernah membawa mainan jika sedang main bersama.
Ibu saya tidak terlalu mengawasi jika saya bermain dengan Selena di samping rumah kami. Karena ibu sibuk mengurusi para tukang yang membangun rumah baru.
Di samping rumah kami ada pohon bunga sepatu yang sudah sangat tinggi. Biasanya kami bermain di bawah pohon tersebut. Setelah saya pindah rumah, saya benar-benar tidak pernah bertemu dengan Selena. Rumah lama saya di robohkan oleh pemilik baru dan dibanguni rumah baru.
Setelah dewasa saya baru mengerti. Selena bukan seorang putri. Bajunya bagus, karena dia memakai gaun yang biasa di pakai orang Belanda atau luar negeri. Rumah lama kami ini papan, tapi lantainya sudah semen hitam. Dan di beberapa spot, ada bekas seperti pondasi rumah yang pernah di robohkan. Sampai saat itu Selena adalah satu-satunya hantu yang pernah berkomunikasi dengan saya.
4. Saat saya SMP saya pergi sekolah menaiki sepedah. Ada salah satu sungai yang selalu harus di seberangi untuk menuju ke SMP kami. Beberapa teman saya sering saling tunggu di atas jembatan itu. Tapi saya tidak pernah.
Meski harus berangkat sendiri. Saya tidak akan mau menunggu di atas jembatan. Kenapa?
Saya takut air yang banyak. Sungai, laut dan sebagainya. (Saya tidak pernah pergi ke pantai sampai sekarang karena takut laut).
Pernah saat pulang sekolah. Saya melihat rambut yang banyak sekali muncul dari dalam air.
Itu seperti kepala orang yang baru saja menyelam. Tapi saat muncul, rambut panjang tersebut. Menunjukkan wajah yang saya kenal. Seorang laki-laki. Kakak kelas saya di SMP. Beberapa hari setelah itu, tepatnya bulan puasa. Kakak kelas saya yang wajahnya saya lihat di hantu air itu hilang.
Dia hilang saat terjadi kerusuhan. Entah bagaimana ceritanya. Saya tanpa sadar nyeletuk “Dia sudah meninggal”. Dan teman-teman saya marah kepada saya karena di anggap tidak berempati. 4 hari setelah kejadian itu. Kakak kelas saya di temukan di sungai yang jaraknya sekitar 15 km dari tempat dia tenggelam.
Tentu saja sudah meninggal, dengan tubuh yang menggembung.
5. Sekolah SMP saya ini satu-satunya bangunan di tengah kebun. Kebun karet, dan sawit. Lalu persawahan. 1 km dari perkebunan baru bisa di temui rumah warga. Saya setiap ke sekolah juga harus melewati perkebunan sawit. Seperti yang saya katakan, saya tidak pernah saling tunggu saat berangkat ke sekolah.
Jadi saya sering pergi sendirian. Melewati pemakan, perkebunan sawit, karet, sawah, sawit lagi. Ah jauh sekali.
Hampir 5 km jaraknya dari rumah saya.
Pernah suatu pagi, saya pergi sendiri. Pas masuk wilayah kebun sawit. Ada anjing.
Tapi tidak hanya satu. Ada sekitar 30 anjing. Mereka duduk di pinggiran jalan yang saya lewati.
Tidak menggonggong. Tidak menyerang. Hanya duduk berjejer. Beberapa menjulurkan lidah. Beberapa menggaruk kepala menggunakan kaki depannya. Benar-benar berbaris di kanan kiri jalan saya.
Tapi saat saya bercerita kepada teman-teman saya. Teman yang berangkat beberapa menit di belakang saya mengatakan tidak melihat anjing satupun.
Sekali lagi. Saya di anggap pembohong. Oh iya, biasanya di sekitar kebun memang ada 1 atau dua anjing. Tapi tidak pernah ada sebanyak ini.
6. Saat SMP saya pernah sakit dan terus-menerus pingsan. Sudah ke dokter katanya anemia. Lalu di panggilah ustadz yang juga guru ngaji saya kerumah. Katanya, ada seorang anak perempuan yang ikut saya pulang dari SMP.
Jadi pak ustadz dan ayah saya tengah malam mengantarkannya kembali ke SMP dengan berjalan kaki.
Besoknya, saat saya sudah bisa masuk sekolah. Ada seorang anak berseragam SMP yang terlihat dari kaca belakang sekolah saya melotot ke arah saya.
Dia terlihat kesal sekali.
7. Saat SMA, saya mulai mengerti bahwa saya ini sedikit sial. Saya mulai mengabaikan setiap kali bertemu mereka. Apakah bisa ?
Tidak !
Bagaimana bisa saya mengabaikan mereka. Setiap mereka muncul saya gemetar ketakutan.
Pernah saya lihat ceceran rambut di seluruh ruang laboratorium kimia.
Pernah saya lihat anak laki-laki kecil yang tidur di ruangan musik.
Pernah saya lihat perempuan yang duduk di atas tiang basket. Itu loh tempat keranjang bola basket.
Perempuan tersebut ongkang-ongkang kaki di atas sana.
Tidak mengganggu atau melakukan apapun. Tapi saya sudah down hanya dengan melihat mereka muncul. Saya tidak setiap hari melihat mereka.
Hanya sesekali. Tapi itu benar-benar serasa senam jantung.
8. Yang paling berkesan adalah seorang kakek tua yang selalu menyapu di bawah pohon jambu air di belakang kelas saya. Jadi ada satu pohon jambu air yang sudah besar di belakang kelas XI IPS. Saat musim buah, buahnya banyak sekali. Biasanya banyak anak laki-laki yang melempari batu atau kayu untuk memetiknya. Karena tidak ada kayu panjang. Juga terlalu takut untuk memanjat.
Yang mereka tidak tahu adalah, setiap jam selesai istirahat, ada seorang kakek yang menyapu rontokkan daun jambu dan bekas-bekas sisa mereka makan di bawah pohon jambu itu.
Bagi teman-teman saya. Mereka tidak melihatnya. Tidak mendengar suara sapunya juga. Dan merasa yakin daun yang terkumpul itu karena tiupan angin.
Tapi saya melihatnya, ini adalah yang tidak takuti ke 2 selain Selena. Saya jadi sering menyapu di bawah pohon jambu 5 menit sebelum jam istirahat selesai sejak itu. Kakek itu terkadang memperhatikan saya. Saya tidak melihat ke arahnya. Saya cuek, agar tidak merasa bahwa saya bisa melihatnya.
Tapi gara-gara itu. Teman-teman lelaki saya sering memuji saya rajin. Sementara yang perempuan, mencaci saya sok kerajinan, caper, dan biar di sayang guru. Maaf-maaf. Saya cuma merasa tidak enak melihat seorang kakek tua yang harus membersihkan sisa makanan dan kotoran dari mulut mereka. Meski kakek tersebut bukan manusia.
9. Saat pesta kelulusan. Teman-teman saya makan nasi kotak dan membiarkan sampahnya berserakan. Lagi-lagi di bawah pohon jambu. Sebelum pulang, saya mengumpulkan sampahnya dalam kotak sampah plastik besar. Saya tidak melihat si kakek hari itu. Tapi saat saya mau membuang sampahnya, kakek itu muncul di belakang saya dan berbicara.
“Saya tahu kamu melihat saya.”
Kaget bukan main. Kaki saya langsung lemas. Saya pengen lari, tapi tidak bisa. Mau pingsan saja rasanya.
Saya tidak berani menoleh. Saya hanya diam saja. Dan dia juga tidak bergerak untuk melihat saya dari depan.
Dia cuma mengatakan kata-kata terakhir “Terimakasih”.
Lalu hilang.
Suaranya hilang. Hawa keberadaan nya juga tidak ada.
Saya menoleh, tidak apa siapa-siapa. Tidak ada apapun.
Jantung saya masih diskoan. Tangan masih gemetaran. Rasanya ngangkat kotak sampah hampir tidak kuat.
Datanglah adik kelas saya cowok yang menawarkan bantuan untuk membuang sampahnya. Saya mau.
Setelah hari itu, saya jarang datang ke sekolah. Dan saat datang pun, saya tidak pernah ke belakang sekolah untuk menengok kakek. Entah sekarang masih ada atau tidak.
Tapi saya pernah mendengar setelah saya lulus. Ada seorang siswa yang tangannya patah karena jatuh dari pohon jambu. Katanya dia memanjat menggunakan tangga yang biasanya di pakai untuk memasang lukisan di ruang galeri. Lalu memakan jambunya dari atas pohon sampai kenyang. Baru kemudian turun.
Apakah ini ulah kakek itu? Saya rasa tidak.
Mungkin dia memang jatuh karena lengah setelah kekenyangan.
10. Setelah lulus, saya bekerja. Disini saya menemukan diri saya benar-benar tersiksa.
Awalnya saya kerja di koperasi. Di mes perempuan bersama seorang teman. Disinilah awal teror yang menurut saya menakutkan.
Saat saya mandi, saya pernah melihat bayangan perempuan yang turun dari atas plafon merayap. Dan menggedor pintu kamar mandi dari luar. Pintu kamar mandinya alumunium. Jadi terlihat jelas bayangan dari dalam.
Setiap malam, tembok kamar saya di ketuk-ketuk. Tembok ya, bukan pintu.
Suara orang merayap di plafon kamar. Dan AC yang terkadang mengeluarkan bau busuk meski sudah di bersihkan.
Saya tidak bisa tidur, sering ketakutan, menangis, tidak selera makan. Dan berakhir sakit. Saat saya cerita dengan teman sekamar saya. Dia tidak mendengar apapun. Lalu meminta saya datang ke psikologi.
Itu pertama kalinya saya menemui seorang dengan profesi psikolog. Dia mendengar cerita saya. Tidak menghakimi. Tidak mengatakan saya halu. Meminta saya beristirahat jika tidak sanggup melanjutkan cerita. Dan berbagai perlakuan yang baik. Saya juga di berikan obat. Dan di diagnosis stres dan delusi. Tadinya saya takut saya kena Skizofrenia. Tapi syukurlah itu cuma delusi.
Apakah setelah itu saya membaik? Awalnya iya, seolah ingin mengejek saya. Mereka berhenti meneror dan membuat saya yakin bahwa selama ini saya cuma melihat ilusi. Tapi 10 hari setelah itu. Dapur kami di acak2. Itu pukul 8 malam. Segala macam barang di dapur seperti di lempar. Saat itulah teman sekamar saya percaya dan ikut ketakutan. Pintu kamar saya di gedor dari luar. Kami cuma bisa diam ketakutan sambil mengaji apa saya yang kami bisa.
Mes kami tepat di sebelah koperasi. Sementara mes laki2 agak jauh. Jarak 2 atau 3 rumah. Lalu mulailah teror lainnya. Segala macam barang di koperasi juga di acak2. Kursi plastik di lempar2. Gorden di buka tutup. Bahkan motor di dalam koperasi di starter.
Sudah merasa ini tidak normal kami mencoba menghubungi anak laki-laki. Setelah sekitar 10 menit. Mereka datang bertama bos di koperasi ini. Kami keluar dengan wajah pucat. Dan bos ikut mengecek ke dapur dan koperasi.
Apa yang kami lihat? Semua seperti kapal pecah. Motor yang ambruk, kursi yang terlempar kesana kemari bahkan beberapa patah. Di dapur lebih ekstrim lagi. Kompor yang terlempar jauh dari tempatnya. Beberapa gelas dan piring pecah. Wajan mangkok sendok dan sebagainya tersebar tidak karuan.
Malam itu, kami menginap di rumah mbak kasir. Mbak kasir di koperasi sudah berkeluarga. Kami tidur di ruang tamu bersama dengan dia dan anaknya.
Suaminya membantu beres2 di koperasi. Paginya saya langsung Resign. Dan menumpang di kosan teman sekampung saya. Sebelum mencari pekerjaan baru.
Lanjutan.
Setelah itu, saya mendapat pekerjaan di sebuah Pabrik. Saya menggunakan uang gaji saya sebelumnya untuk mencari kontrakan. Di pabrik tersebut saya mengenal seorang teman sebut saja Aldo. Dia indigo. Dia berbeda dengan saya. Dia lebih tenang setiap kali bertemu hantu dan semacamnya.
11. Saya pernah melihat seorang ibu-ibu, yang berjalan mondar-mandir di jalan raya depan pabrik tempat saya bekerja. Apakah dia gila? Tidak teman-teman ! Ibu tersebut tidak memutar badannya saat berbalik. Tapi memutar kepalanya. Ngerti burung hantu? Nah, persis seperti itu.
Saya yang ingin melupakan masa suram saya di koperasi sekali lagi ketakutan.
Ibu itu benar-benar menyeramkan di mata saya. Bayangkan, dia berjalan 10 meter terus balik lagi. Tapi pas puter balik bukan badannya yang muter tapi kepalanya. Dan begitu terus. Padahal sebelumnya tidak ada !
Saat saya ketakutan, si Aldo ini muncul dari belakang dan turun dari sepeda motornya. Dia menuntun sepeda motornya lalu berbicara. “Abaikan saja. Dia kadang memang suka disana.”
12. Saya akhirnya pergi ruqiah di temani Aldo. Itu adalah sebuah pesantren kecil yang nyaman sekali.
Saya di ruqiah seorang ustadza dibantu beberapa santri dan santriwati. Istri ustadz tersebut juga ada disana.
Saya diminta membaca sholawat bersama para santri dan yang ada di sana. Sementara pak Ustadz nya membaca doa lain. Lalu tiba-tiba saya mendengar seperti batu yang di lemparkan di atap rumah yang kami pakai untuk ruqiah sebanyak 2x.
Pak ustadz membaca sesuatu, memegang kepala saya. Dan tadaaa. Saya pingsan.
Saat sadar, saya di bantu mbak-mbak pondok. Di beri minum. Bahkan di suruh makan sama ibu ustadzah nya. Mereka bilang inshaAllah setelah itu saya akan jarang di ganggu mereka.
Bukan tidak. Tapi jarang. Saya penasaran kenapa saya selalu di ganggu ? Bu ustadzah menjawab terkadang mereka memang suka sekali iseng hanya untuk menunjukkan eksistensi.
Seperti yang pernah di jelaskan Aldo. Jin dan Setan ini macam-macam. Ada yang cuma menakut-nakuti, ada yang senang menggoda, ada juga yang tidak sengaja tertangkap mata, bahkan ada yang bisa mencelakai. Misalnya jin yang jadi pengantar santet dan semacamnya.
Setelah proses ruqiah saya merasa lebih tenang. Tidak lagi melihat mereka. Tidak juga di ganggu. Bahkan hawa keberadaan mereka saja tidak ada !
Saya sangat bersyukur saat itu.
13. Pernahkah kalian lihat Kuyang? Jika tidak. Maka kita sama. Tapi saya pernah liat ibu-ibu yang menurut Aldo adalah kuyang. Cantik, usianya 40 tahunan. Jualan baju di kompleks dekat pabrik tempat saya kerja.
Saya sering jajan somay sama cireng di warung pinggir jalan sepulang kerja. Bareng Aldo dan beberapa teman saya lainnya. Ada satu yang namanya mbak Ayu (boongan) lagi hamil anak ke dua. 4 bulan.
Pas lagi jajan, ada ibu-ibu berjilbab nawarin baju di warung jajanan itu. Pas itu Aldo langsung nyuruh mbak Ayu buat bungkus jajannya aja. Di makan dirumah sama anaknya saja. Saya ga tau, tapi Aldo ngeyel nganter mbak Ayu pulang. Pas udah nganter, dia BBM saya nanya, “Mau di jemput gak?”
Saya bilang, gak usah. Sudah mau pulang. Sesampainya di kosan saya lanjut BBMan sama Aldo. Saya dekat sekali dengan dia. Tapi lebih seperti saudara. Tidak ada perasaan atau kisah asmara. Dia cerita, “Ibu yang tadi jual baju. Bukan orang sini. Dan dia Itu kuyang”.
Saya balas. “Lah dia manusia gitu.” Karena saya sudah tidak pernah melihat hantu. Dan jelas ibu tadi sedang menawarkan dagangan.
Dia menjelaskan. Tidak semua Kuyang adalah hantu. Ada juga yang ilmu. Itu adalah ilmu yang bisa membuat seseorang awet muda, dan tetap cantik selain susuk.
Bagaimana caranya ? Wallahu Alam.
Tapi menurutnya, dia juga bisa melepas badannya.
14. Saya bekerja di pabrik sekitar 2 tahun, lalu pulang kampung. Tidak ada alasan khusus, Saya cuma kangen bapak dan ibu saja. Saat di rumah saya menceritakan semua yang pernah menimpa saya. Dulu saya tidak berani cerita karena takut ibu akan meminta saya pulang karena khawatir.
Setelah pulang ke rumah. Saya juga tidak pernah di ganggu sama sekali. 2 tahun selama di pabrik juga aman. Mbak kepala muter juga sudah tidak pernah saya lihat. Mungkin dia memang sesuatu yang waktu itu hanya tidak sengaja terlihat di mata saya.
Tapi, semua berubah sejak negara api menyerang. Tidak ! Semua berubah saat saya kerja di restoran. Ini restoran di kota kecil dekat desa saya. Saya bareng teman dekat saya sebut saja Mei. Banyak karyawan disana tapi yang stay di mes cewek hanya saya dan Mei.
Hantu pertama yang saya lihat di tempat ini adalah pocong. Saya tidak lihat kepalanya. Saya juga tidak lihat matanya yang katanya bisa memunculkan nomor togel.
Bagaimana bisa saya melihatnya, dia tinggi sekali.
Malam itu saya berencana pipis di kamar mandi lantai 2? Mes cewek ada di lantai 2. Pas pipis, tidak ada masalah. Pas keluar, saya menengok ke arah ujung lorong kamar mandi dan tadaaa !
Ada tiang putih besar di sana. Besar sekali. Padahal semula tidak ada. Saya sudah feeling ini si sialan. Pas saya lihat bagian bawahnya, ada seperti bekas talian disana. Udah fix ini pocong ! Ga perlu lagi liat bagian atasnya. Dari pada saling berpandangan.
Saya lari sampai terpeleset. Waktu mau ke kamar. Paginya, saya tidak mau mandi di kamar mandi atas.
Yang kedua disini adalah anak kecil di kamar ujung. Ini anak kalau malam klotekan. Padahal kamarnya kosong. Yang denger banyak. Tapi yang liat kayaknya cuma saya. Anaknya bos juga pernah dengar padahal masih sore jam setengah 8an. Suaranya mirip batu yang di gelindingkan di lantai keramik.
Saya lihat wujudnya agak lama setelah ribut soal suara klotekan itu. Dia nyengir di jendela.
Setelah itu, saya beberapa kali juga di ganggu tapi tidak separah waktu di koperasi. Yang masih teringat jelas adalah mbak-mbak yang sisiran di kamar saya tengah malam.
Lagi-lagi pas saya mau pipis jam setengah 2. Baru melek, saya lihat ke arah lemari. Lemari ini adalah lemari jaman dulu yang ada kacanya besar. Nah, si mbak ini disana lagi nyisir rambutnya. Lampu kamar kami selalu di matikan. Tapi saya bisa melihatnya dengan jelas sekali.
Karena takut, saya masuk lagi ke dalam selimut dan menahan pipis saya sampai pagi.
Selama disana, saya masih beberapa kali di ganggu mereka lagi. Tapi mereka murni mengganggu, tidak sampai melempari barang atau menggedor pintu atau mencelaki. Hanya sekedar “Hallo saya disini”.
Tapi akhirnya saya menemukan satu pola kesamaan dari setiap kejadian ini. Yaitu “Saya hanya di ganggu mereka pada saat saya sedang Haid. “
Jika saya dalam Kondisi baik, bisa sholat, saya Tidak pernah melihat mereka sama sekali.
Sampai saat ini saya masih sesekali melihat mereka. Kadang secara tidak sengaja juga. Apakah saya sudah terbiasa ? Tidak !
Jawaban saya tetap tidak. Saya tetap penakut. Jika melihat mereka saya tetap mencoba sebisa mungkin kabur. Saya sudah tidak bekerja di restoran sekarang. Sejak pandemi tepatnya.
Jadi, sekitar bulan November kemarin saya sempat melihat mereka lagi. Cewek putih, apalagi kalau bukan mbak Kun. Di sawah dekat rumah saya. Dia jalan entah terbang entah terbawa angin. Tapi cepat sekali. Saya biarkan. Saya masuk rumah.
Padahal saat itu masih sore. Lalu besok paginya ibu saya bangun tidur malah cerita.
“Mbak tau gak, semalam ibu denger suara orang nyanyi. Nanana… Nana… Nanana… Gitu. Terus ibu kaget kan, ibu cari tuh mbak. Asal suaranya dari kamarmu. Ibu teriak tuh ‘Udah jam segini masih aja telponan.’ Tapi mbak nya gak jawab. Pas ibu cek kan ya, mbak nya tidur pules banget. Ibu langsung merinding.”
Kalian pasti tahu siapa yang nyanyi kan ?
Sudah selesai. Begitu saja ya. Masih banyak yang lain. Tapi akan jadi panjang sekali dan membosankan nanti. Tenang, mbak yang nyanyi gak stay di kamar saya kok. Dia cuma mampir waktu itu.
Terimakasih untuk yang sudah menyempatkan membaca curhatan saya ini.