Dulu mayoritas obat (terutama yang diberikan dalam bentuk tablet/kaplet) yang diproduksi oleh industri farmasi dikemas dalam bentuk ruahan (bulk) seperti ini:
Oleh karena itu, pembungkus tambahan diperlukan untuk mengemas obat yang lebih kecil untuk pasien. Selain itu, jika dokter meminta obat racikan dalam bentuk kapsul, puyer, atau serbuk, pihak farmasi tentu harus mencari kemasan tersendiri.
Oleh karena itu, mengapa plastik dengan zippers dipilih daripada bahan lain?
Suasana lembab dapat merusak tablet, merusak zat aktifnya. Obat dapat kehilangan manfaatnya atau malah terurai menjadi bahan lain yang berbahaya bagi tubuh. Plastik lebih tahan terhadap air. Plastik dengan zippers murah, mudah didapat, dan berbagai ukuran, dan membantu menjaga kestabilan obat.
Masalahnya, efektif tidaknya plastik zipper sangat dipengaruhi oleh benar-tidaknya pasien menggunakan plastik tersebut. Kalau zippernya tidak ditutup dengan baik ya tetap saja kualitas obat bisa turun. Beberapa jenis zat aktif dalam obat juga dapat terurai oleh paparan cahaya langsung yang menyebabkan penggunaan plastik transparan tidak efektif. Oleh karena itu industri obat mengembangkan kemasan plastik blister seperti ini:
Untuk obat-obatan yang tidak stabil bila terpapar cahaya, blister yang digunakan akan menutup kedua sisi obat. Dengan begitu kualitas obat diharapkan tetap konsisten sebagaimana kualitas obat saat keluar dari pabrik.
Bukankah itu tidak dapat dipertahankan?
Itu benar: itu tidak ramah lingkungan dan tidak dapat dipertahankan. Akibatnya, industri obat mulai menggunakan plastik biodegradable untuk membuat blister obat. Semoga ini cepat berkembang dan digunakan oleh banyak industri farmasi lainnya. Selain itu, apotek, klinik, dan rumah sakit mungkin mempertimbangkan untuk menggunakan plastik yang dapat dilepas atau, setidaknya, menggunakan kertas sebagai kemasan akhir untuk produk obat dalam botol.
Demikian. Terima kasih.