Tidak gimana-gimana. Saya menjadi diri saya sendiri. Saya berkata ya ketika ya, dan tidak ketika tidak. Saya mampu menjaga diri saya dari hubungan yang berpotensi meruntuhkan integritas saya.
Hasil dari cara hadir yang autentik dalam pertemanan adalah saya memiliki sahabat-sahabat sejati. Saya memulai dengan menjadi sahabat terlebih dahulu, dan sebagai efeknya, saya mendapatkan sahabat. Saat saya hadir sebagai sahabat, saya tidak berfokus untuk mendapatkan sahabat, melainkan memperkuat diri saya sendiri. Saya ingin menjadi pribadi yang baik, bersahabat, dan berjiwa kuat. Mendapatkan sahabat adalah bonus dari Tuhan yang sangat saya syukuri.
Contoh kehadiran saya sebagai sahabat adalah ketika seorang teman bercerita tentang masalah yang mengharuskannya memiliki saldo 40 juta di bank hanya untuk ditunjukkan, bukan digunakan. Saya percaya padanya dan berkata bahwa saya akan mengirimkan uang itu setelah sampai di kantor. Setibanya di kantor, saya segera melakukan apa yang saya katakan. Melalui aplikasi mobile banking, saya langsung mengirimkan 40 juta. Teman ini sering memimpin kami dalam menghimpun dana saat ada kedukaan di kalangan teman atau dosen, jadi nomor rekeningnya sudah ada pada saya.
Reaksi teman saya adalah kaget. Dia tidak menyangka karena dia tidak bermaksud meminjam uang, hanya sekadar bercerita tentang masalahnya hari itu, namun uang itu tiba-tiba sudah ada di rekeningnya. Dia menangis, dan saya pun meneteskan air mata sebelum melangkah menuju kelas untuk mengajar. Teman saya adalah orang baik yang pantas mendapat dukungan saya. Dia juga telah banyak mendukung saya, baik dalam hal kecil maupun besar. Dua minggu kemudian, uang itu dikembalikan dengan penuh rasa terima kasih. Sesuai perkataannya, uang itu tidak digunakan, hanya sebagai syarat untuk menunjukkan saldo. Bagi saya, apa yang saya lakukan hanyalah kebaikan kecil semata.
Kepercayaan adalah elemen krusial dalam semua hubungan. Peliharalah. Begitulah cara memelihara persahabatan.