Pertanyaan yang menarik! Saya senang berbagi beberapa fakta dan pengetahuan psikologis yang terbukti dapat memudahkan perjalanan hidup kita. Kali ini, kita akan membahas 8 poin utama dengan lebih mendalam.
1. Hukum tarik-menarik atau the law of attraction. Intinya, semakin sering kita memikirkan atau membicarakan sesuatu dalam pikiran, semakin besar minat bawah sadar kita terhadap hal tersebut. Kuncinya adalah fokus pada hal-hal positif yang kita inginkan, bukan masalahnya. Terkadang kita terjebak dalam pemikiran masalah berulang kali, yang hanya membuat masalah semakin besar dalam pikiran kita. Padahal, hal itu hanya akan menarik lebih banyak masalah. Sebaliknya, dengan mengalihkan fokus pada solusi, harapan, dan cita-cita, pikiran bawah sadar akan bekerja untuk mewujudkannya dalam kehidupan kita. Hukum tarik-menarik ini telah terbukti secara ilmiah.
2. Peran penting hormon dopamine adalah memberikan rasa bahagia alami setiap kali kita mencapai tujuan atau target tertentu. Singkatnya, dopamine membuat kita merasa puas, bangga, dan bahagia saat berhasil menyelesaikan sesuatu. Oleh karena itu, penting untuk menetapkan target-target kecil yang realistis dalam setiap aktivitas agar kita dapat merasakan kepuasan dan kebahagiaan dari dopamine yang dilepaskan saat target tercapai. Banyak penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang merasa bahagia dalam perjalanan mencapai cita-cita mereka cenderung lebih sukses daripada mereka yang hanya fokus pada hasil akhir. Karena rasa bahagia dari dopamine ini menjadi sumber semangat dalam jangka panjang. Sebaliknya, jika kita menetapkan target yang terlalu besar dan jarang tercapai, kita cenderung merasa frustrasi, depresi, dan mudah menyerah karena jarang merasakan kepuasan dari dopamine. Oleh karena itu, tetapkanlah target kecil yang dapat dicapai dalam jangka pendek agar kita dapat sering merasakan kepuasan dalam perjalanan mencapai tujuan. Sebagai contoh, daripada menargetkan memiliki apartemen senilai 1 juta, kita bisa menargetkan menabung 100 ribu per bulan.
3. Dampak dari validasi sosial. Ini adalah fenomena di mana pikiran dan perasaan seseorang secara alami dipengaruhi oleh apa yang dikatakan atau dipikirkan orang lain tentang dirinya. Kita semua, suka atau tidak, pasti terpengaruh oleh penilaian atau pendapat orang lain tentang diri kita. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga lingkaran pergaulan kita agar mendukung dan positif. Jika kita bergaul dengan orang-orang yang suka menjatuhkan, meskipun kita merasa percaya diri, lama kelamaan mental kita juga akan terkikis. Sebaliknya, jika kita dipuji, didukung, dan diberi semangat oleh komunitas, secara alami rasa percaya diri kita akan meningkat. Kuncinya tetap menjadi diri sendiri, tetapi pilihlah bergaul dengan orang-orang yang memberikan validasi positif dan menginspirasi kita untuk menjadi lebih baik. Karena pada dasarnya, pikiran primitif kita sangat dipengaruhi oleh pendapat mayoritas tentang diri kita.
4. Konsep locus of control adalah keyakinan individu tentang sejauh mana dia dapat mengendalikan kejadian dalam hidupnya. Terdapat dua tipe, yaitu internal locus of control (yakin dapat mengendalikan hidup sendiri) dan eksternal locus of control (merasa hidup dikendalikan oleh faktor eksternal seperti nasib, takdir, dll). Penelitian menunjukkan bahwa orang dengan internal locus of control cenderung lebih optimis, gigih, sukses, dan bahagia. Mereka percaya bahwa dengan usaha, hampir semua hal dapat dicapai dalam hidup. Di sisi lain, orang dengan eksternal locus of control cenderung pesimis, mudah menyerah, dan merasa bahwa “nasib” adalah yang menentukan perbaikan hidup mereka. Jadi, intinya adalah kita perlu menanamkan keyakinan bahwa hasil dalam hidup sebagian besar dapat ditentukan melalui tindakan nyata. Bukan hanya berharap tanpa tindakan menunggu “keberuntungan” atau “jodoh” datang dengan sendirinya. Dengan melakukan usaha maksimal, kita dapat mengarahkan hidup menuju tujuan yang diinginkan. Itulah inti dari internal locus of control.
5. Self serving bias adalah kecenderungan alami otak kita untuk menganggap faktor eksternal (seperti orang lain atau situasi) sebagai penyebab kegagalan atau kesalahan kita. Namun, saat kita berhasil atau berprestasi, kita cenderung mengklaim bahwa itu semata-mata hasil usaha kita sendiri. Pola pikir yang bias ini dapat membuat kita menjadi sombong ketika berhasil dan menyalahkan orang lain ketika gagal. Tentu saja, ini adalah perilaku yang tidak sehat. Untuk hidup yang lebih bijaksana, kita perlu mengenali dan mengurangi self serving bias dalam berpikir. Ketika mengalami kegagalan, kita juga perlu mengakui peran faktor internal seperti kurangnya persiapan, sedang sakit, atau kelelahan yang menyebabkan hasil yang kurang maksimal. Ketika meraih kesuksesan besar, kita juga perlu mengakui peran orangtua, sahabat, guru, atau fasilitas di sekitar kita yang turut mendukung kesuksesan kita. Dengan introspeksi dan berpikir secara objektif – bukan berdasarkan ego semata, kita akan menjadi lebih rendah hati, bijaksana, dan menghargai orang lain.
6. Paradox of choice. Fenomena menarik ini terjadi ketika seseorang justru merasa bingung, stres, dan tidak bahagia ketika diberikan terlalu banyak pilihan. Otak kita terbebani dengan tugas memilah-milah opsi terbaik dari puluhan atau bahkan ratusan pilihan yang ada. Sebagai contoh, seorang pelanggan di supermarket lebih mudah memilih dan merasa puas ketika hanya dihadapkan dengan 6 varian pasta gigi daripada 60 varian. Hal yang sama juga berlaku untuk karyawan. Ketika diberikan 3 pilihan tanggal mulai kerja, mereka cenderung lebih mantap dalam menentukan pilihan dibandingkan dengan diberikan kebebasan untuk memilih dalam 3 bulan ke depan. Intinya, kebebasan total tidak selalu membuat kita menjadi lebih bahagia. Terkadang, kita perlu sedikit “dibatasi” agar dapat fokus dan yakin dalam mengambil keputusan.
7. Hukum adaptasi hedonis. Ini adalah kecenderungan alami otak kita yang cepat ‘mengurangi sensitivitas’ saat mendapatkan sesuatu yang baru, sehingga kebahagiaan dari pencapaian tersebut juga cepat memudar. Kemudian kita kembali ke keadaan “normal” dan mulai menginginkan hal baru lagi untuk merasakan kebahagiaan, dan siklus ini terus berulang. Pola adaptasi yang berkelanjutan ini sering membuat orang salah mengira bahwa “kebahagiaan itu hanya sementara, jadi tidak perlu terlalu dikejar.” Padahal, kuncinya justru terletak pada menetapkan tujuan baru agar hidup tetap dinamis, tidak stagnan. Perbedaannya, tujuan ditetapkan bukan hanya untuk memuaskan ego, tetapi juga memberikan makna dan nilai bagi orang lain. Dengan cara ini, kebahagiaan yang dicapai akan lebih berkesan dan berkelanjutan.
8. Teori prospek (teori harapan). Teori yang dikembangkan oleh para ekonom ini menunjukkan bahwa manusia cenderung menghindari risiko saat mereka merasa aman dengan apa yang mereka miliki. Namun, sebaliknya, saat mereka belum memiliki apa-apa, manusia biasanya memiliki mentalitas risiko tinggi demi meningkatkan nasib mereka. Artinya, begitu mereka merasa mapan dan nyaman, mereka cenderung enggan keluar dari “zona aman” untuk mengambil peluang besar demi mencapai cita-cita yang lebih tinggi. Kita takut mengambil risiko meskipun potensi keuntungannya lebih besar. Sebagian besar orang memilih jalan tengah dan status quo agar merasa “aman secara emosional”. Padahal, saat kondisi sudah stabil, itulah saat yang tepat untuk menjelajahi hal-hal baru yang lebih sesuai dengan passion kita. Keluar dari zona nyaman untuk mencapai aspirasi yang lebih tinggi adalah suatu keharusan untuk pertumbuhan diri. Terlalu lama berada di tempat yang aman tanpa kemajuan justru akan membuat frustrasi dan putus asa dalam jangka panjang. Jadi, intinya, jangan sia-siakan momen ketika karir atau bisnis sudah cukup stabil untuk sekadar bertahan di sana. Itulah saatnya untuk berani menjelajahi hal-hal baru demi aspirasi jangka panjang. Mengambil risiko yang terukur adalah kuncinya.