Pernah.
Selain itu, telah berlangsung selama empat tahun. Apa alasannya? Terjadi begitu saja tanpa alasan apa pun.
Setelah 14 tahun tidak berkomunikasi satu sama lain, secara tidak sengaja bertemu dengan mantan melalui media sosial. Akhirnya kami sepakat untuk bertemu karena tempat tinggal kami cukup dekat meskipun berbeda propinsi, kurang lebih 1,5 jam perjalanan.
Pada awalnya, tidak ada yang istimewa. Kemudian pertemuan kami menjadi lebih intens, hanya untuk makan atau dia mengantar saya ke mana-mana. Dia baik hati, peduli pada saya, dan selalu berusaha untuk membantu saya.
Beberapa teman dekat saya tahu tentang dia, tetapi tampaknya Ibu saya juga tahu.
Mengapa?
Mereka semua tau kehidupan pernikahan saya. Meskipun saya tidak pernah bercerita secara gamblang, gosip selalu berhembus lebih cepat daripada angin. Suami saya terpergok warga selingkuh dengan wanita lain di rumah yang kami tempati. Lalu, berita menyebar dengan cepat.
Ini bukan peristiwa pertama yang terjadi selama delapan tahun. Saya tidak menyadari banyak perselingkuhan lainnya. Saya bahkan pernah didatangi oleh seorang pria yang mengaku sebagai suami dari selingkuhan suami.
Saya sering berusaha berkomunikasi dengan suami saya dan terbuka untuk setiap informasi yang saya terima. Saya ingin tahu apa kesalahan dan kekurangan saya, agar saya dapat memperbaikinya. Suami selalu menjawab, “Tidak ada,” karena dia merasa saya terlalu baik untuknya.
Saat saya bertanya sampai kapan dia mau bermain-main seperti ini, dia tidak bisa menjawab.
Saya sudah mengizinkan suami, seandainya memang dia mencintai perempuan lain dan yakin perempuan itu juga mencintai suami dan keluarganya, termasuk anak-anak kamu, silahkan saja menikah. Sampai hari ini hal itu belum terjadi.
Mengapa saya tidak bercerai?
Tidak semudah itu Ferguso.
ada banyak pertimbangan yang diperlukan. Suami saya masih bertanggung jawab atas keuangan keluarga sejauh ini, dan dia tidak menuntut saya dalam hal apa pun. Ini mungkin karena dia merasa bersalah. Selain itu, suami terus merasa malu dan takut setiap kali saya mengetahui bahwa dia selingkuh. Anak-anak kami masih disayangi oleh suami kami. Selain itu, pasangan saya dan suami saya bukan jenis pasangan yang selalu bertengkar.
Oleh karena itu, kehidupan seksual kami dan pernikahan kami baik-baik saja. Anak-anak tidak mengalami masalah di sekolah dan tumbuh sehat. Selain itu, mereka memiliki kepribadian yang menyenangkan dan tidak terlalu berlebihan. Mereka juga sangat baik secara agama. Selain itu, saya bukan jenis pasangan yang senang marah atau ngomel. Kalau orang yang tidak tau, pasti mengira kami sangat baik-baik saja.
Faktor ekonomi juga menjadi pertimbangan. Saya ogah mengalah dengan pelakor yang tinggal memetik hasil. Saat susah, saya yang berdiri disamping suami. Bersama-sama membangun rumah tangga. Saya mencintai dan merawat suami. Lalu direlakan saja untuk pelakor? No way.
Saya juga melihat beberapa pengalam orang lain, yang dengan mudah memutuskan bercerai hanya karena faktor emosi. Setelah bercerai, si istri hidup susah sekali. Mantan suami enggan memberi nafkah. Sementara mantan istri harus menanggung hidup anak-anaknya. Bahkan ada salah seorang teman saya, saat bercerai tidak membawa hasil apapun dari pernikahan. Sampai sekarang hidupnya sungguh menyedihkan.
Saya bukan lebih memilih materi daripada kebahagiaan. Tapi mencoba bermain politik dalam pernikahan. Ibarat nasi telah menjadi bubur. Lebih baik kita tambahkan suwiran ayam, daun bawang dan sate ke bubur itu, daripada memaksanya menjadi nasi lagi.
Jadi, selama suami masih baik dengan saya dan anak-anak, masih ada segannya, masih menutupi perselingkuhannya, masih bertanggungjawab dengan kehidupan saya dan anak-anak, let it be.
Saya memilih mempertahankan pernikahan, sambil belajar investasi, mengelola uang dengan benar. Semua properti saya minta atas nama saya. Kecuali kendaraan, karena saya tidak tertarik kendaraan. Saya mengumpulkan uang, emas dan berinvestasi. Jika suatu saat terjadi hal yang buruk, saya sudah siap.
Saya juga memberi kesenangan untuk diri sendiri. Merawat diri lebih baik. Berteman dengan orang baru. Memberi waktu untuk diri sendiri. Hal-hal tersebut selama ini terlupakan, karena terlalu fokus dengan suami, anak-anak dan rumah tangga.
Jadi saya berselingkuh karena balas dendam?
Tidak. Saya tidak suka menyalahkan orang lain atas tindakan saya pribadi. Saya berselingkuh karena saya tidak baik, tidak setia. Bukan karena suami berselingkuh.
Masih banyak diluar sana yang suaminya berselingkuh tapi istrinya setia. Banyak juga diluar sana yang dipoligami tapi tetap menikah, tidak bercerai. Banyak diluar sana yang suaminya tidak bertanggungjawab terhadap anak istri, tidak peduli mereka makan apa, tapi istrinya setia.
Begitu juga kebalikannya. Banyak istri yang kurang menarik, tapi suaminya setia. Banyak istri yang tidak bisa masak, tidak bisa urus anak, tidak bisa ini itu, tapi suaminya setia.
Selingkuh, ya karena saya tidak setia.
Kira-kira alasan apa yang membuat suami selingkuh?
Ya karena dia tidak setia. Saya berhenti menyalahkan diri sendiri. Saya cantik, bisa mengurus diri. Bukan tipe perempuan bodoh yang tidak bisa apa-apa. Saya bisa mengurus rumah tangga dengan baik. Saya juga bisa menghasilkan uang sendiri.
Mengapa saya tidak menikahi si pacar?
Saya juga tidak ada alasannya. Sudah saya tulis diatas, si pacar baik dan sangat siap menikah dengan saya. Tapi di hati, yang saya inginkan adalah kebaikan hati suami, perhatian suami dan waktu dari suami. Bukan dari orang lain.
Btw, suami mengizinkan saya selingkuh. Bahkan dia mengucapkannya lebih dari sekali.
Kalau mama bertemu dengan orang lain yang baik, bertanggung jawab dan menerima anak-anak kita, papa ikhlas melepas mama
Wow banget kan?
Tolong jangan menghujat saya atau suami. Terlebih lagi jika belum menikah, belum pernah diselingkuhi atau belum pernah selingkuh. Dinamika berumah tangga setiap pasangan itu berbeda. Yang saya lakukan ini, adalah yang terbaik yang bisa saya lakukan.