Saya percaya bahwa film-film Indonesia sudah sebanding dengan film-film Thailand.
Gambar ini saya ambil dari Best Southeast Asian Movies 2011-2020 | Seasia.co
Saya ingin membahas secara singkat mengenai film-film yang diproduksi dari tahun 2010 hingga sekarang (2022), terutama di Indonesia dan Thailand, berdasarkan pendapat saya.
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia dan Thailand memang berada pada tingkat yang berbeda dalam industri perfilman dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya.
Film-film Indonesia dan Thailand dapat digambarkan seperti DCEU dan MCU. Film-film Indonesia serupa dengan DCEU, kadang-kadang bisa sangat bagus, tetapi juga bisa sangat buruk. Sedangkan film-film Thailand stabil seperti film-film MCU, tidak ada yang sangat buruk, tetapi juga ada yang bagus.
Sebagai contoh, baru-baru ini film horor Thailand yang banyak dibicarakan adalah film The Medium (2021).
Sedangkan film Horror Indonesia Pengabdi Setan 2 (2022)
Sama-sama film horor kan? Namun jika diberi pilihan, saya lebih menyukai film Pengabdi Setan 2. Mungkin itu hanya masalah selera pribadi saya. Dari segi ketakutan, cerita, dan gambar, saya lebih menyukai PS2. Saya tahu The Medium memiliki konsep dokumenter, tetapi Indonesia juga memiliki konsep serupa yang jauh lebih menyeramkan, yaitu film Keramat (2009).
Namun, di sisi lain, film-film Indonesia masih memproduksi horor-horor sampah seperti film Iblis Dalam Kandungan (2022).
Sayangnya, film-film Indonesia terutama dalam genre Horror masih cenderung bermain aman dengan hanya mengandalkan Jumpscare tanpa memperhatikan plot ceritanya. Meskipun ada beberapa film horror seperti Pengabdi Setan, Ivanna, dan Sebelum Iblis Menjemput yang seharusnya menjadi acuan untuk meningkatkan kualitasnya, namun kenyataannya masih banyak film sampah yang beredar.
Jika kita membicarakan tentang film-film horror, bagaimana dengan genre lainnya? Jika dibandingkan dengan genre romance dan komedi, film-film Thailand jauh lebih unggul. Indonesia masih belum mampu menciptakan film-film se lucu dan se absurd seperti itu.
ATM Errack-Error (2012)
Bahkan film-film Thailand lain kebanyakan emang lucu-lucu. Film Friendzone (2019) yang genre utamanya adalah romance bisa memberikan unsur komedi yang lebih baik daripada film-film komedi Indonesia pada umumnya (khusus 2010 ke sini).
Film remaja romence Indonesia kebanyakan menye-menye dan nggak relate dengan kehidupan remaja di Indonesia pada umumnya, seperti ini;
Bukan Cinderella (2022)
FTV yang masuk ke bioskop.
Film komedi yang paling laris di Indonesia tapi garingnya minta ampun Warkop DKI Reborn (2016)
Film yang cuman ngandelin nama Warkop DKI, tapi esensi komedinya gagal. Padahal tujuannya buat komedi. Jadi gara-gara ini, bisa menimbulkan ‘main aman aja’, “yuk kita remake film-film yang dulu pernah terkenal, yang penting cuan”.
Terakhir kali film komedi Indonesia yang bisa bikin saya ketawa cuman film Terlalu Tampan (2019) dan Mekah I’m Coming (2019)
Dua film di atas, lumayan, komedinya fresh.
Saat ini, mari kita bahas tentang film dalam genre aksi.
Kita seharusnya bersyukur karena sejak munculnya film The Raid (2011), genre aksi untuk film Indonesia telah menemukan cahaya terang. Bagi saya sendiri, The Raid memiliki sesuatu yang istimewa di hati saya. Saya berani mengatakan bahwa film ini melebihi film-film aksi Hollywood yang pada saat itu mulai menurun dalam hal koreografi aksi, bahkan melebihi film-film aksi Hongkong yang mulai monoton dengan gerakan kungfu mereka.
Bagi film Thailand, film aksi yang paling terkenal adalah Ong-Bak (2003), bukan? Jika saya salah, mohon untuk memperbaikinya. Film ketiganya, Ong-Bak 3, dirilis pada tahun 2010.
Dulu saya paling suka film The Protector (2005)
Saat ini, mari kita bahas tentang film dalam genre aksi.
Kita seharusnya bersyukur karena sejak munculnya film The Raid (2011), genre aksi untuk film Indonesia telah menemukan cahaya terang. Bagi saya sendiri, The Raid memiliki sesuatu yang istimewa di hati saya. Saya berani mengatakan bahwa film ini melebihi film-film aksi Hollywood yang pada saat itu mulai menurun dalam hal koreografi aksi, bahkan melebihi film-film aksi Hongkong yang mulai monoton dengan gerakan kungfu mereka.
Bagi film Thailand, film aksi yang paling terkenal adalah Ong-Bak (2003), bukan? Jika saya salah, mohon untuk memperbaikinya. Film ketiganya, Ong-Bak 3, dirilis pada tahun 2010.
Namun setelah kedatangan The Raid tahun 2011,
Film-film action Thailand yang dulu saya kagumi, sekarang terasa kurang bagus! Film The Raid membuat saya sadar bahwa Indonesia benar-benar mampu membuat film sehebat itu, bahkan melebihi film-film action Thailand yang pernah saya tonton.
Setelah kesuksesan film The Raid di dunia internasional, Indonesia mulai membuat film-film aksi yang tidak kalah keren, meskipun tidak diproduksi setiap tahun karena masyarakat Indonesia lebih menyukai film horor. Mereka bermain aman dengan alasan “kalau film horor bisa laku, mengapa harus membuat film aksi yang rumit”.
Dari sinilah Indonesia mulai melakukan terobosan dengan membuat film-film superhero yang diadaptasi dari komik dengan anggaran besar dan banyak adegan yang dibantu oleh teknologi CGI, yang hingga sekarang terdengar sangat menjanjikan. Meskipun film Gundala (2019) bukanlah film yang saya sukai, tetapi saya merasa bangga karena jarang sekali ada film superhero Asia Tenggara sehebat itu. Jika ada yang tahu film superhero lainnya, silakan rekomendasikan di kolom komentar ya.
Sementara itu, untuk film-film Thailand, belum ada lagi film aksi dari negara tersebut yang membuat saya terkesan. Tidak ada terobosan yang signifikan, kecuali film Bad Genius (2017) yang benar-benar membuat saya kagum. Mungkin mereka memang lebih spesialis dalam genre komedi dan romantis, sehingga tidak perlu melakukan terobosan yang berarti.
Secara keseluruhan, saya merasa bahwa film-film Thailand dan Indonesia berada pada level yang sama ketika membahas film. Ini adalah penilaian pribadi saya, boleh setuju atau tidak.
Sementara jika dibandingkan film Indonesia dan India, menurut saya, dari segi anggaran, film-film India jauh lebih baik. Namun sebenarnya, saya jarang menonton film Bollywood karena menurut saya, film-filmnya sering kali terlalu dramatis dan berlebihan. Namun, saya tidak bisa memberikan penilaian secara keseluruhan karena jarang menontonnya. Namun, dari sedikit pengalaman menonton film-film India yang pernah direkomendasikan, saya merasa bahwa plot ceritanya seimbang antara film Indonesia dan India, artinya kualitas plot cerita film-film bagusnya sama (kecuali trilogi Dannur). Tentu saja, hal itu tergantung pada genre filmnya.