Kenapa? Ketika kita mulai mendalami dan memahami diri kita lebih dalam, banyak hal yang sebelumnya tersembunyi menjadi terlihat karena proses evaluasi diri. Sejak kecil, kita sering kali dibombardir dengan ekspektasi dari luar.
– “Kamu harus seperti ini, kamu harus seperti itu.”
– “Kamu tidak boleh begini, kamu tidak boleh begitu.”
Apa yang sering terjadi akibat pola ini?
Terlalu banyak aturan dan larangan yang membatasi kita untuk mengeksplorasi diri, membuat banyak orang takut menjelajahi pikiran terdalam mereka yang sering kali tidak nyaman dan gelap.
Bagaimana cara kita memulai untuk mencintai diri sendiri?
Butuh proses panjang dalam menemukan kekuatan dan potensi diri. Tiap orang tentu memiliki cerita dan sejarah tersendiri dalam menemukan ciri khas dari potensi mereka.
Lalu bagaimana saat seseorang sudah mengenal dirinya lebih dalam, namun lingkungan sekitar masih saja tak mendukung?
Pergilah dan carilah rumahmu sendiri. Meskipun terdengar mudah, merealisasikan hal ini memerlukan proses dan kesabaran yang luar biasa untuk mencapai tujuan kita. Dari perjalanan panjang ini, kita bisa menemukan Tuhan yang kita butuhkan—bukan sekadar Tuhan yang memenuhi keinginan duniawi. Tuhan ada sebagai petunjuk menuju tuntunan-Nya.
Ada yang mengatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah percikan dari Tuhan.
Saya termasuk orang yang menyadari hal ini setelah menjalani perjalanan hidup yang panjang dan penuh liku. Kita memang harus melewati jalan yang berliku untuk menemukan tujuan utama kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai makhluk spiritual, kita diciptakan untuk bisa berkomunikasi dengan Tuhan, dengan manusia lain, bahkan dengan makhluk lainnya.
Setelah kita berhasil mengendalikan ego dan menyembuhkan luka trauma dalam hidup kita, kita perlahan akan menemukan sosok Tuhan yang sebenarnya telah menunggu kita. Tuhan menunggu untuk ditemukan pada waktunya, dengan cara mencintai dan menerima diri sendiri apa adanya. Kita mulai menerima kekurangan kita dan menemukan kelebihan yang sebelumnya tidak kita sadari.
– Ternyata kita mampu melakukan hal-hal yang selama ini kita takuti.
– Ternyata kita mampu melakukan hal-hal yang selama ini kita tolak.
– Ternyata kita mampu, karena kita adalah percikan dari Tuhan.
Kenapa manusia adalah percikan dari Tuhan?
Tuhan adalah sosok yang sempurna dan tak tertandingi. Dia menciptakan manusia dengan unsur yang berasal dari malaikat dan iblis, tetapi malah meninggikan derajat manusia di atas keduanya, bahkan memerintahkan malaikat dan iblis untuk menghormati manusia.
Dari perspektif saya setelah mempelajari berbagai sumber, Tuhan awalnya memberikan sebagian dari diri-Nya kepada malaikat dan iblis. Namun, ketika Tuhan menciptakan manusia dan memerintahkan malaikat serta iblis untuk memuliakan manusia, iblis menolak dan enggan mengikuti perintah tersebut. Iblis merasa iri dan bersumpah untuk menggoda manusia agar mereka tidak menyadari tujuan hidup mereka yang sebenarnya—menuju jalan cahaya yang Tuhan sediakan. Jalan cahaya ini, letaknya ada dalam kegelapan diri manusia itu sendiri.
Iblis sering mengganggu manusia melalui alam bawah sadar mereka. Oleh karena itu, kita sering melihat orang-orang baik yang sebelumnya stabil tiba-tiba berubah sikap ketika mengalami sakit hati atau masalah internal. Hanya diri kita sendiri yang dapat menyadari dan kembali kepada esensi sejati kita.
Setiap manusia perlu menemukan dirinya yang sejati—sosok yang mampu mencintai dan menerima seluruh aspek dirinya, baik kekurangan maupun kelebihan. Tuhan menurunkan setiap manusia ke dunia ini untuk membantu mereka kembali kepada diri sejatinya, yaitu kepada Tuhan yang mereka yakini dalam hati mereka—Tuhan yang penuh kasih dan ampunan.
Walaupun banyak gangguan dan tantangan yang datang, dengan keyakinan, kemampuan diri, dan lentera jiwa yang berarti “higher self”, setiap orang dapat menghadapi berbagai ujian dalam hidupnya. Percaya pada higher self berarti percaya pada Tuhan dalam hati kita.
Ini membuat saya merenung. Jika Tuhan tidak identik dengan alam semesta, bagaimana pandangan tentang Tuhan menurut mereka yang membuat konten seperti itu? Istilah seperti “semesta mendukung” dan “serahkan pada alam semesta” mungkin hanya perbedaan bahasa, sementara semesta itu sendiri ada karena Tuhan. Jadi, Tuhan ada karena apa? Apakah hanya karena pemikiran manusia yang menganggap Tuhan itu ada?
Ketika manusia mulai menyalahkan Tuhan, mereka juga mulai meragukan-Nya. Tuhan dan alam semesta mungkin tampak terpisah, tetapi pada kenyataannya, perbedaan itu lebih merupakan perbedaan persepsi dan doktrin. Oleh karena itu, penting untuk mulai mencintai diri sendiri agar bisa mengenal Tuhan sesuai dengan pemahaman kita masing-masing. Bebaskan cara berpikir kita, namun tetap kendalikan diri untuk tetap mengikuti jalan yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Terima kasih telah membaca tulisan saya. Semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi kalian yang masih mencari pemahaman tentang Tuhan dalam kegelapan perjalanan hidup kalian. Pilihan untuk bertahan, berpindah agama, atau menjadi atheis adalah pilihan pribadi. Pilihlah yang sesuai dengan kebutuhan spiritual kalian.