Namanya Siti , namanya cukup pasaran di zaman itu. Aku memanggilnya Mbah Siti, beliau tinggal di Bogor dan aku di Jawa Tengah. Aslinya Mbah juga di Jawa tengah Brebes namun di tahun 1980 an banyak warga Brebes yang merantau dan bekerja di pabrik semen Cibinong.
Waktu masih di sekolah dasar saat libur kenaikan kelas beberapa kali Mbah Siti datang menjemputku agar bisa diajak ke Bogor liburan di sana. Aku inget sekali Mbah cuma beli satu tiket, sama kenetnya di tanya kenapa tidak beli dua dijawab Mbah nanti kalau penumpangnya banyak juga bisa di pangku. Saat itu sepi penumpang bahkan aku dan Mbah duduk di tiga bangku, bahkan aku bisa tiduran dan kepalaku bersandar di paha Mbah Siti.
Terakhir aku di jemput Mbah Siti dan Mbah Kakung saat libur kenaikan kelas 1 SMA, inget betul kita duduk di belakang pak supir. Ternyata saat libur aku sering ke sana,mungkin Mbah tahu karena anak dan menantunya kerja kasihan cucunya sendirian di rumah apalagi di sini tidak ada saudara dekat, saudara ibu lebih banyak di Bogor dan sekitarnya.
Tinggal di rumah Mbah itu menyenangkan tidak bingung mau makan apa karena Mbah buka warung makan. Menunya lengkap hampir seperti warteg tapi lebih kecil karena yang masak pun hanya beliau sendiri tidak ada yang bantu.
Mbah Siti orangnya murah senyum, orangnya tidak terlalu tinggi kulitnya putih bersih, aku tidak pernah melihatnya marah. Menurut tetanggaku yang kenal dengan beliau Mbah Siti orang yang sabar apalagi menghadapi Mbah Kakung yang sifatnya keras, maunya dilayani, kata-katanya kadang menyakitkan dan membentak.
Ibu bercerita tentang Mbah Siti, yang selalu pekerja keras. Saat anak-anak nya masih kecil, dia sudah membangun restoran sendiri. Ada 9 anak Mbah Siti yang hidup sampai dewasa. Mbah Siti sabar menghadapi Mbah Kakung yang jarang memberinya uang, terutama setelah tinggal merantau di Bogor, di mana dia bisa berbulan-bulan tidak mengirim uang meskipun anak-anak nya di sini membutuhkan uang untuk makan dan sekolah. Sampai Mbah Siti akhirnya memutuskan untuk merantau ke Bogor.
Menurut Bu Emi, tetangga dekat saya, Mbah Siti adalah orang yang baik dan sayang dengan menantunya. Dia bahkan menasihati anaknya untuk tetap baik dengan ayahnya karena dia tahu sifat anaknya yang cuek dan berani dengan suaminya.