Percaya atau tidak, apabila terjadi suatu peristiwa tidak mengenakkan di keramaian, we’re less likely will be helped by others. Loh kok bisa? padahal ketika terdapat peristiwa tidak bermoral di keramaian, nurani atau tanggungjawab untuk ikut membantu muncul di salah satu atau salah banyak lautan manusia itu kan? Lagipula bukannya manusia makhluk sosial? Faktanya, semakin ramai, tiap individu dalam keramaian akan mengalami masa disfungsi sosial, mengalami penurunan tanggungjawab, yang bertentangan dengan fungsi sosial manusia. Rekan-rekan sekalian, mari kita sambut “Bystander Effect”.
Secara singkat, Bystander Effect adalah peristiwa psikologi sosial absensi bantuan dalam situasi seseorang membutuhkan pertolongan dengan landasan pemikiran bahwa individu lain di luar individu tersebut akan membantu orang tersebut, namun pada akhirnya tidak ada ada bantuan yang muncul. Dalam kasus pemalakan di bus atau metro mini, Bystander Effect kemungkinan besar dapat terjadi dikarenakan banyaknya individu yang terlibat sebagai bagian dari crowd atau keramaian. Bystander Effect sendiri memiliki arti harafiah secara Bahasa Indonesia sebagai “Efek Pengamat”. Yang mana dalam kondisi tersebut, tiap individu di keramaian lebih condong untuk menjadi pengamat terhadap peristiwa yang membutuhkan pertolongan.
Lantas, apa penyebab dari Bystander Effect?
Terdapat dua alasan utama terjadinya Bystander Effect. Pertama adalah Difusi tanggungjawab. Kehadiran orang lain menciptakan difusi tanggung jawab, suatu kondisi di mana terjadi pembauran tanggung jawab individu menjadi tanggungjawab bersama (pengamat lainnya). Karena ada pengamat lain, individu tidak merasakan banyak tekanan untuk mengambil tindakan. Tanggung jawab untuk bertindak dianggap dibagi di antara semua yang hadir.
Kedua adalah pengamat yang terlalu melihat situasi sehingga mengabaikan pengambilan tindakan secara tanggap. Kenapa pengamat melihat situasi terlalu mendalam dan lama sehingga mengabaikan pemberian bantuan secara tanggap? Hal ini dikarenakan terdapat kebutuhan untuk berperilaku dengan cara yang benar sesuai dengan norma sosial yang ada agar dapat diterima secara sosial. Ketika pengamat lain gagal bereaksi, individu sering menganggap ini sebagai sinyal bahwa respons dari dirinya tidak diperlukan atau tidak sesuai.
“Wah apakah Bystander Effect ini suatu keniscayaan? Maksudnya saya sendiri takut apabila berada dalam posisi seseorang yang memerlukan bantuan namun tidak ada yang menolong”
Dalam hal ini, terdapat beberapa tips dan langkah untuk mereduksi adanya Bystander Effect, di antaranya:
- Apabila anda merupakan seseorang yang memerlukan bantuan dan terdapat dalam kondisi Bystander Effect, cobalah untuk menunjuk satu orang untuk membantu sebagai trigger penghilangan difusi sosial. Hal ini juga berpotensi membuat individu lain bergerak membantu.
- Menumbuhkan insiatif untuk membantu, apabila situasi yang dihadapi memerlukan bantuan professional seperti ambulans atau pemadam kebakaran, berinisiatiflah untuk menghubungi seseorang yang professional dalam menghadapi situasi khusus tersebut.
- Berusaha tetap memberikan respons membantu, karena Bystander Effect ini layaknya kartu domino, apabila terdapat seseorang yang berani untuk memberikan bantuan, maka kemungkinan besar individu lain terpancing untuk melakukan hal yang sama.
- Menumbuhkan rasa empati dan simpati dalam diri sendiri, serta sarankan orang lain untuk melakukan hal yang sama. Bystander Effect dapat didobrak dengan kesadaran adanya nurani yang harus mendengarkan pertolongan individu lain.