Mengapa setiap negara yang ikut mencampuri urusan regional Tiongkok selalu dibalas dengan pemberian tarif atas produk yang diekspor ke Tiongkok, seperti produk wine Australia?
Siti Fatimah AbdullahTeacher
Mengapa setiap negara yang ikut mencampuri urusan regional Tiongkok selalu dibalas dengan pemberian tarif atas produk yang diekspor ke Tiongkok, seperti produk wine Australia?
Share
Anda adalah prime customer restoran Aussie. Bertahun-tahun anda selalu makan steak beef Aussie yang terkenal, mengadakan jamuan/pesta bagi teman dan kolega anda di resto Aussie tsb dan membayar semua bill yang ditagih pada anda tanpa menawar sekali.
Kemudian, pemilik restoran Aussie tsb mulai cerewet “ngurusin” anda. Mulai dari anak, istri, cara berpakaian anda, cara anda mengatur ruang tamu dirumah anda dan warna korden rumah anda dsb.dsb. semuanya di komentari, dikecam, dikritik dsb.dsb. Misalnya saja anda datang untuk makan, pemilik restoran tsb mempersoalkan, lho kok anda memakai baju warna biru? Kok kaos kaki seperti itu ya?? Lho kok model rambutmu jelek banget tuh …potong dimana yaa…dst.dst
Pertanyaan saya, Apakah anda sebagai prime customer akan tetap makan di restoran Aussie tsb?9
Kembali ke pertanyaan diatas. Pertanyaan ini jelas sudah salah. Oleh karena turut campur urusan dalam negeri ataupun regional sebuah negara jelas tindakan yang salah.
Di dunia ini hanya PBB, itupun dengan keputusan bulat anggotanya, untuk ikut campur urusan suatu negara dan itupun terbatas hanya dalam bentuk misi keamanan dan perdamaian.
Selama ini negara-negara Barat yaitu AS dan konco-konconya yang sering intervensi urusan negara lain. Tidak ada sebuah negara yang berani menolak dan melawannya. Hanya Tiongkok yang berani berkata tidak dan melakukan retaliasi seperti terhadap Australia.
Australia sebagai bagian dari The Five Eyes merasa berhak untuk turut campur urusan dalam negeri dan regional Tiongkok. Namun Australia lupa bahwa Tiongkok adalah prime customer. Dalam periode 2018–19, total ekspor Australia adalah sebesar $ 891.5 milyar dan Tiongkok adalah pembeli terbesar yaitu sekitar 26.36% dengan nilai sekitar $ 235 milyar. Ini adalah nilai yang sangat besar bahkan yang terbesar. Jelas, Tiongkok adalah prime customer bagi Australia.
Lihat sumber,
https://www.google.com/amp/s/amp.dw.com/en/china-australia-trade-tensions-coal/a-55321415
Apa yang dilakukan Tiongkok sebagai retaliasi adalah “berhenti makan” di restoran Aussie. Sebagai gantinya Tiongkok jajan di restoran Argentina, Brazil, Russia, Turkmenistan, New Zealand dan khusus untuk wine products belanja kerestoran AS.
Tiongkok dapat dipastikan akan menghentikan total seluruh pembelian produk Australia pada tahun 2025, saat kontraknya habis.
Menurut perhitungan Rod Tyers, akademisi dari University of Western Australia, perang dagang melawan Tiongkok akan membebani 6% dari total GDP Australia.
Bagi Australia tidaklah mudah mencari pasar pengganti senilai $ 235 milyar. Apalagi pasar Tiongkok menguntungkan karena dekat. Sedangkan jika dialihkan kepasar lain jelas harus diperhitungkan masalah logistik karena letak Australia yang jauh di Selatan.
Ada dua hal yang dapat kita tarik sebagai pelajaran disini bahwa,
Satu. Turut campur urusan dalam negeri negara lain adalah tindakan yang salah bahkan sangat tidak elegan. Tidak ada sebuah negarapun yang berhak turut campur urusan dalam negeri negara lain. Kita tidak memiliki hak sama sekali untuk menilai ataupun mempersoalkan sistem sosial politik negara lain ataupun kebijakan-kebijakan internal mereka.
Kedua. Retaliasi Tiongkok biasanya ekonomi. Kebijakan semacam ini langsung dirasakan dalam bentuk penurunan penghasilan sehingga terasa menyakitkan untuk jangka panjang dan jarang bisa pulih kembali.
Dalam konteks ekonomi tidak ada teman ataupun lawan. Segmen market wine Australia diambil alih oleh AS, yang secara politik sekutunya sendiri. Tentu ini lebih menyakitkan bagi Australia. Para pengusaha wine AS tentu tidak peduli dengan nasib Australia karena menyangkut bisnis wine yang bernilai jutaan dollar.
Jadi disini jelas Australia sudah gagal untuk bermain cantik antara berpolitik sambil tetap mempertahankan kepentingan ekonominya. Seperti yang dilakukan oleh Jacinda Ardern dari New Zealand.
Jacinda menyadari adalah kewajiban penjual untuk mendapatkan pembeli serta mempertahankannya atau membuatnya krasan sehingga terus menerus membeli produknya. Jika pembeli tidak kembali, itu sepenuhnya kesalahan penjual. Itulah hukum pemasaran.