Ibu saya meninggal ketika saya akan mengambil ujian Sarjana Muda, yang setara dengan semester enam sekarang. Saya benar-benar miskin ketika melihat teman-teman saya masih memiliki ibu, pulang dari kuliah, membuka pintu rumah, dan ada yang membawa kue buatan ibunya dan dengan bangga membagikannya kepada teman-teman. Karena semua “kemewahan hidup” yang bergantung pada adanya Ibu di sisi saya telah hilang.
Ayah saya meninggal secara tiba-tiba empat puluh hari sebelum kami menikah. Saya miskin karena saya tidak memiliki ibu dan bapak, dan saya tinggal bersama adik-adik karena kami setuju bahwa kami tidak ingin memiliki saudara dari pihak ayah maupun ibu. Ibu selalu memberi tahu anak-anaknya bahwa mereka harus tetap bersama. Selain itu, ada ingatan yang indah tentang orang tua yang sangat peduli tentang bagaimana kami harus hidup dengan bermartabat. Ini tidak membuat papi dan mami menangis di tempat itu karena anaknya “brengsek” menggantikan kemiskinan yang kami alami sepanjang hidup, dengan kelaukuan buruk terkait ketiadaan orang tua.
Miskin harta? Alhamdulillah, saya lahir dan dibesarkan berkecukupan walau tidak bergelimang kemewahan juga. Ketika ayah meninggal dunia, ternyata uang pensiunnya jauh lebih kecil dibanding mereka yang ibunya masih hidup.Tunjangan istri adalah komponen terbesar dari uang pensiun, begitu aturannya. Dan setelah 21 tahun, tunjangan anak berhenti.
Tanpa dikomandoi, adik-adik menjadikan 21 tahun sebagai Red Flag kita. Tak ada lagi tunjangan dari negara. Anak ke enam dalam urutan keluarga, setamatnya dari SMA langsung menjadi Pilot GARUDA, dan dengan gaji-nya, ia bisa memberi uang jajan untuk adiknya. Ada mobil kami yang dipakai oleh kantor ayah, layaknya TAXI, dan adik-adik mendapat uang lumayan ,cukup untuk hidup.
Kami semua lulus dari PTN, meskipun kita semua tahu bahwa sekolah swasta mahal.
Sudah jelas bahwa uang jajan kami tidak sebanyak teman lain, tetapi kami masih dapat membeli Soto Mie.
Dengan rasa hormat pada sahabat Quora yang keuangannya memang terbatas, boleh ya saya mengatakan bahwa miskin terkait kepemilikan uang, biasanya bisa dikalahkan oleh niat kuat untuk meraih pendidikan terbaik yang kita cita-citakan.
Pekerjaan paruh waktu tersedia, bea siswa tersedia, dan, seperti yang ditunjukkan oleh rekan seangkatan saya, membawa kacang bawang renyah untuk dimakan teman kuliah mungkin cukup untuk membayar tiket Oplet PP ke kampus. SPP bebas karena ayahnya adalah Veteran. Dia adalah seorang doktor yang pernah menjabat sebagai rektor universitas swasta terkemuka di negara kita.
Marilah kita sibuk menghitung keleluasaan hidup yang diberikan Allah kepada kita untuk memberi kita kesempatan untuk memaksimalkan potensi yang ada dalam diri kita. Kita harus berhenti bergantung pada seberapa msikin kita karena kita tidak memiliki apa-apa yang sangat kita inginkan. Banyak orang yang dianggap “miskin” berhasil memperbaiki kualitas hidup mereka. Keluar dari lingkungan mental yang didasarkan pada keyakinan bahwa kita tidak berdaya karena kita “miskin”.
Terima kasih telah mengunjungi beranda saya; semoga bermanfaat.