Cara pandang dogma sebagian dari kita terhadap LGBT agak mirip dengan sebuah pabrik yang merutuki product “yang tak diinginkan” dengan tanpa pernah me-review sistem produksinya.
Katakanlah ada sebuah pabrik kain yang selalu menghasilkan kain warna ungu. Tetapi output pabrik tersebut kadang menghasilkan warna merah, kuning ataupun biru.
Kemudian pemilik pabrik mengeluarkan buku petunjuk yang menyatakan bahwa kain berwarna SELAIN ungu adalah kain yang hina. Siapapun tak terkecuali, mulai dari pegawai pabrik hingga customer harus memusnahkan dan menjauhi kain yang hina tersebut.
Dengan takzim, semua orang di sana mengikuti titah pemilik pabrik. Sangat sedikit orang yang secara kritis mempertanyakan mengapa sistem produksi pabrik tersebut dapat menghasilkan warna kain yang “berbeda”, atau, jika ini dianggap sebagai kecelakaan, mengapa hasil kain yang berbeda ini bisa sedemikian banyak. Pemilik pabrik tidak hanya harus mengkritik produk yang gagal, tetapi juga harus menyelidiki mengapa mesin produksinya dapat menghasilkan berbagai macam kain dengan warna yang tidak diinginkannya.
Mungkin sudah saatnya para pelanggan pabrik membuat petisi terbuka untuk pemilik pabrik. Namun, sayangnya, petisi tersebut kemungkinan besar akan ditolak segera oleh para manajer pabrik, yang selama ini telah menguntungkan dari gaya manajemen yang ketat, otoriter, dan tertutup.
_________
Jadi untuk saya, semua manusia adalah sama tak peduli apapun preferensi seksual mereka. Sebuah kejahatan bila kita memusuhi kemanusiaan dengan cara menghinakan siapapun yang “berbeda” dengan kaum kebanyakan.