Mungkin sekitar sebulan lalu. Saya tiba-tiba ingin makan ikan bakar lengkap dengan udang, cumi, dan kerang bakar serta sambal matah. Tempat yang saya pilih adalah kafe di Kedonganan, Bali, yang menghadap pantai dan menawarkan pemandangan senja.
Namun, saya tahu istri saya kemungkinan akan menolak permintaan ini karena dia berpikir pasti akan mahal. (Padahal, paket untuk empat orang hanya sekitar 300 ribuan)
Saya teringat sebuah teknik yang dikenal dengan nama “foot in the door.”
Menurut Wikipedia FITD seperti ini:
“Teknik foot-in-the-door (FITD) adalah taktik yang digunakan untuk membuat seseorang setuju dengan suatu permintaan yang besar dengan terlebih dahulu membuat mereka setuju dengan permintaan yang lebih kecil.[1][2][3] Teknik FITD cukup efektif karena manusia memiliki konsepsi “perkiraan berlanjut”. Pada dasarnya, jika seseorang setuju dengan komitmen atau permintaan yang kecil, mereka akan lebih mungkin untuk mengikuti arah yang diinginkan dan merasa perlu memenuhi permintaan yang lebih besar.[4] Dalam kata lain, cara kerja teknik FITD adalah dengan mendapatkan persetujuan untuk permintaan yang kecil dan lalu secara perlahan mendapatkan persetujuan untuk permintaan yang lebih besar.”
Jadi, tawarkan sesuatu yang kecil terlebih dahulu sebelum mengajukan permintaan yang lebih besar yang sebenarnya kita inginkan.
Teknik ini dibuktikan dalam penelitian berikut:
Pada awal 1960-an, psikolog Stanford Jonathan Freedman dan Scott Fraser melakukan eksperimen terobosan dalam persuasi atau membujuk.
Tim peneliti memulai dengan menelepon secara acak lebih dari 150 wanita dan berpura-pura berasal dari California Consumers’ Group.
Peneliti bertanya apakah mereka bersedia ikut serta dalam survei tentang penggunaan produk rumah tangga untuk publikasi bernama The Guide.
Tidak seperti pesaingnya, The Guide suka benar-benar menyelidiki hingga ke akarnya. sampai ke rumah konsumen Jadi, mungkinkah, tanya peneliti, jika sebuah tim yang terdiri dari enam orang datang dan menghabiskan beberapa jam menggeledah lemari mereka untuk mengetahui produk apa saja yang mereka gunakan.
Penelitiannya akan menyeluruh dan melibatkan masuk ke setiap area penyimpanan untuk menginventarisasi semua sabun, cairan pencuci piring, cairan pembersih, dan pemutih yang bisa mereka temukan.
Hasilnya,kurang dari seperempat wanita yang setuju dengan pencarian gaya forensik ini.
Namun, ini hanya bagian dari eksperimen. Kelompok wanita lainnya menerima panggilan serupa, tetapi alih-alih meminta akses ke semua area, peneliti bertanya apakah mereka bersedia ikut serta dalam survei telepon singkat tentang produk rumah tangga yang mereka sukai.
Hampir semua orang setuju. Tiga hari kemudian, para wanita tersebut menerima panggilan kedua, menanyakan apakah mereka bersedia jika tim pencarian enam orang menyelidiki lemari mereka. Dalam kondisi ini, lebih dari setengah wanita setuju.
Dalam kasus istri saya, mungkin pendekatannya sedikit berbeda. Saya sudah tahu bahwa istri saya mungkin tidak akan mau diajak makan ikan bakar dengan pemandangan pantai. Jadi, saya mulai dengan permintaan utama yaitu makan ikan bakar. Saya juga tahu bahwa istri saya tidak terlalu suka sate kambing karena tidak ada sayurnya.
Jadi, yang saya lakukan adalah mengajak istri saya makan sate kambing terlebih dahulu. Saya sudah memperkirakan bahwa dia kemungkinan besar akan menolak sate kambing karena dia tidak suka makanan tanpa sayur. Ketika dia menolak dan menyarankan mencari tempat lain, saya langsung mengusulkan untuk makan ikan bakar di kafe tepi pantai di Kedonganan, yang juga menawarkan pilihan udang, cumi, kerang, dan sayur plecing kangkung.
Ternyata, setelah menolak sate kambing, istri saya lebih terbuka dengan ide makan ikan bakar. Tanpa berpikir panjang, dia setuju, dan kami pun pergi ke kafe tepi pantai tersebut.
Teknik “foot-in-the-door” yang saya gunakan sedikit berbeda dari penelitian Freedman dan Fraser, tapi prinsip dasarnya tetap sama: dengan menawarkan sesuatu yang kecil atau kurang diinginkan terlebih dahulu, saya bisa membuat permintaan utama saya menjadi lebih menarik dan mudah diterima. Hasilnya, saya berhasil menikmati makan ikan bakar dengan pemandangan pantai yang indah bersama istri saya.
Teknik ini mempengaruhi kita karena ketika seseorang setuju dengan permintaan kecil, mereka secara tidak sadar mulai melihat diri mereka sebagai orang yang bersedia membantu dan berkompromi. Ini menciptakan rasa konsistensi dan komitmen dalam pikiran mereka. Ketika kemudian ada permintaan yang lebih besar, mereka merasa terdorong untuk menyetujui permintaan tersebut agar tetap konsisten dengan tindakan mereka sebelumnya.
Dalam kasus istri saya, setelah menolak ajakan makan sate kambing, dia mungkin merasa sedikit bersalah atau tidak nyaman karena penolakan tersebut. Ketika saya kemudian mengajukan permintaan kedua yang lebih menarik, yaitu makan ikan bakar, dia lebih cenderung setuju karena:
1. **Permintaan kedua** terasa lebih menyenangkan dan bisa diterima dibandingkan permintaan pertama yang sudah ditolak.
2. **Dia merasa perlu** untuk mengkompensasi penolakan sebelumnya dengan menyetujui permintaan yang berikutnya.
Teknik foot-in-the-door bekerja karena manusia cenderung menginginkan konsistensi dalam tindakan dan sikap mereka. Setelah mereka mengatakan “ya” pada sesuatu yang kecil, mereka lebih mungkin untuk mengatakan “ya” pada sesuatu yang lebih besar di kemudian hari, untuk menghindari merasa bertentangan dengan keputusan mereka sebelumnya.
Betul sekali! Ketika Anda ingin mengajukan permintaan besar, memulai dengan permintaan kecil yang mudah diterima bisa sangat efektif. Ini menciptakan rasa konsistensi dan komitmen pada orang tersebut, yang kemudian membuat mereka lebih mungkin untuk menyetujui permintaan yang lebih besar di kemudian hari. Teknik ini memanfaatkan kecenderungan manusia untuk menjaga konsistensi dalam tindakan mereka dan mengurangi rasa bertentangan dengan keputusan yang telah dibuat sebelumnya.