Sign Up to our social questions and Answers Engine to ask questions, answer people’s questions, and connect with other people.
Login to our social questions & Answers Engine to ask questions answer people’s questions & connect with other people.
Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link and will create a new password via email.
Please briefly explain why you feel this question should be reported.
Please briefly explain why you feel this answer should be reported.
We want to connect the people who have knowledge to the people who need it, to bring together people with different perspectives so they can understand each other better, and to empower everyone to share their knowledge.
Apa alasanmu ingin menguasai bahasa Inggris?
Supaya bisa lebih banyak yang bisa dibaca. Saya ini maniak membaca, terutama topik-topik trivia yang menggelitik rasa keingintahuan saya. Seperti kredensial yang saya tulis, saya sudah beberapa kali begadang cuma untuk baca Wikipedia padahal besoknya ada kuliah/kerja. kalau tidak wikipedia tentu sajRead more
Supaya bisa lebih banyak yang bisa dibaca.
Saya ini maniak membaca, terutama topik-topik trivia yang menggelitik rasa keingintahuan saya. Seperti kredensial yang saya tulis, saya sudah beberapa kali begadang cuma untuk baca Wikipedia padahal besoknya ada kuliah/kerja. kalau tidak wikipedia tentu saja novel, manga, dan buku yang kebetulan menurut saya bagus bisa saya selesaikan dengan sangat cepat sampai rela tidak tidur.
Nah, konten yang bermacam-macam dan berkualitas lalu mudah dijangkau itu kebanyakan adanya dalam bahasa Inggris, jadilah saya belajar dan bisa bahasa Inggris cuma karena ingin punya lebih banyak materi bacaan untuk hiburan. Semakin akurat pengartian kosa kata dan perbendaharaan kata yang saya tahu, proses membaca ini akan semakin nikmat dan lancar.
Demikian.
See lessBagaimana rasanya tinggal di Jerman?
Saya tak akan membandingkan dengan Indonesia karena tidak akan secara appel to appel, saya akan membandingkan Jerman (pernah tinggal disini 11 tahun) dengan Australia (pernah tinggal disini 3 tahun) dan Amerika (masih tinggal disini 20 tahun). Hari Minggu masih dianggap sebagai hari istirahat di JerRead more
Saya tak akan membandingkan dengan Indonesia karena tidak akan secara appel to appel, saya akan membandingkan Jerman (pernah tinggal disini 11 tahun) dengan Australia (pernah tinggal disini 3 tahun) dan Amerika (masih tinggal disini 20 tahun).
- Hari Minggu masih dianggap sebagai hari istirahat di Jerman dan kebanyakan orang tidak bekerja, kebanyakan toko2 tidak buka kecuali ditempat2 obyek wisata. Di Australia dan Amerika setiap hari buka dengan istilah 24/7 yang artinya 24 hours a day and 7 days a week.
- Sales Tax di Jerman sudah termasuk didalam label harga, sehingga sudah tahu berapa uang yang dikeluarkan sebelum mencapai kasir. Di Australia maupun di Amerika label harga yang tertera belum termasuk Sales Tax sehingga harus dihitung lagi apakah ada cukup uang ketika membayar nanti.
- Salah satu stereotip Jerman yang kurang menguntungkan adalah bahwa orang Jerman itu kurang ramah, terlalu serius dan kaku, padahal bukan itu masalahnya sama sekali. Orang Jerman tidak melihat apa perlunya obrolan yang tidak berguna sambil ketawa ketiwi, ini sangat berbeda dengan orang Amerika dan Australia yang lebih banyak ngobrol ngalor ngidul sehingga berkesan sangat ramah. Orang Jerman padat hakekatnya adalah masyarakat yang menyenangkan.
- Kota2 di Jerman dibangun pada abad pertengahan dan hanya dirancang untuk lintasan pejalan kaki dan kereta berkuda, bukan untuk mobil. Ini yang menjadikan jalanan sangat sempit untuk mobil dan mereka dapat memarkir mobil2 mereka diatas trotoar, hal yang tidak akan dijumpai di Australia maupun di Amerika.
- Jaman saya dulu sekitar thn 70an, kuliah di Jerman gratisan, karena hampir semua Universitas adalah public Uni, dan hanya ada satu Uni disetiap kotanya, kalaupun ada lebih dari satu pastinya itu private Uni yang berbayar. Di Australia dan Amerika pendidikan adalah merupakan bisnis, sehingga banyak Uni ditiap kota, misalnya di Sydney ada 35 Uni dan di LA ada lebih dari 100 Uni dan College, semuanya berbayar, gak ada yang gratisan.
- dan masih banyak lagi misalnya masalah Insurance . . . singkatnya hidup di Jerman masih jauh lebih nyaman dari pada di Australia dan Amerika, Tabik .
See lessBagaimana cara belajar bahasa jerman yang baik?
Hallo, Ihsan. Saya saat ini mengajar Bahasa Jerman untuk tingkat SMA. Belajar bahasa asing, termasuk Bahasa Jerman (Deutsch) sangat gampang. Tidak usah takut. Kemampuan Bahasa Inggris bisa menjadi penopang karena berada dalam rumpun bahasa Indo-Jerman. Nah, level Bahasa Jerman mana yang mau dicapai?Read more
Hallo, Ihsan.
Saya saat ini mengajar Bahasa Jerman untuk tingkat SMA.
Belajar bahasa asing, termasuk Bahasa Jerman (Deutsch) sangat gampang. Tidak usah takut. Kemampuan Bahasa Inggris bisa menjadi penopang karena berada dalam rumpun bahasa Indo-Jerman.
Nah, level Bahasa Jerman mana yang mau dicapai? Ada level pemula (A1) sampai level master C2-DSD)? Per 2018 sudah ada standar baru GER untuk Bajer sebagai bahasa asing.
Selain itu ada 4 kemampuan bahasa: lesen (reading), schreiben (writing), hören (listening), sprechen (speaking). Untuk pelajar Indonesia, kemampuan hören masih momok.
Also, bagaimana cara belajar yang baik?
Viel Spaß! 🙂
Toi toi toi 😉
See lessBagaimana hubungan pertemanan di dunia perkuliahan kalian?
Sebagai maba di era pandemi ini, saya pribadi cenderung solo dalam kehidupan perkuliahan, mengerjakan tugas tugas sendiri, UTS mengerjakan sendiri, alias masih belum menemukan teman yang cocok. Jujur, sangat sulit mencari teman yaang satu frekuensi di dunia perkuliahan ini, saat ini pun saya masih mRead more
Sebagai maba di era pandemi ini, saya pribadi cenderung solo dalam kehidupan perkuliahan, mengerjakan tugas tugas sendiri, UTS mengerjakan sendiri, alias masih belum menemukan teman yang cocok.
Jujur, sangat sulit mencari teman yaang satu frekuensi di dunia perkuliahan ini, saat ini pun saya masih meraba raba, mana teman yang benar benar baik, mana teman yang kurang baik untuk saya.
Sebenarnya banyak teman saya yang sudah memiliki sirkel sirkel. haha. bukannya saya tidak mau berteman, hanya kurang cocok saja, kurang sefrekuensi.
See lessApa yang membuat militer Jerman begitu kuat di Perang Dunia I?
Saya tulis beberapa point aja ya udah subuh belum tidur, sekalian biar bisa cepet tidur kalo nulis Masyarakat Jerman saat itu sangat militeristik, buktinya banyak yang kecewa ketika perjanjian damai ditandatangani, bahkan ada yang ingin perang tetep berlanjut walau kelaparan sekalipun, karena mengirRead more
Saya tulis beberapa point aja ya udah subuh belum tidur, sekalian biar bisa cepet tidur kalo nulis
Itu dulu buat sekarang, nanti saya revisi lagi
See lessSeperti apa Donut yang dijual di negara Jerman?
Ich bin ein Berliner" [1] Kennedy berpidato di hadapan orang-orang di Berlin. Kata-kata di atas diucapkan oleh seorang tokoh terkemuka dari Amerika, John F. Kennedy, saat ia berpidato di Berlin Barat, Jerman Barat pada 26 Juni 1963. Audiens bersorak, Kennedy menantang Komunis Jerman pada hari itu juRead more
Kata-kata di atas diucapkan oleh seorang tokoh terkemuka dari Amerika, John F. Kennedy, saat ia berpidato di Berlin Barat, Jerman Barat pada 26 Juni 1963.
Audiens bersorak, Kennedy menantang Komunis Jerman pada hari itu juga.
Sebenarnya, jika dilihat kembali, tidak ada yang salah dari kalimat tersebut. Jika diterjemahkan, artinya adalah saya adalah orang Berlin. Nyatanya, kalimat tersebut rupanya bisa diartikan juga sebagai saya adalah donut jelly.
Berliner [2] merupakan sebuah roti mirip donut yang dijual di seantero Jerman. Masalahnya, sepertinya belum ada konsensus nasional dalam penyebutan makanan ini.
Di wilayah barat, utara dan barat daya Jerman, makanan ini disebut sebagai Berliner. Namun, di area Berlin, orang-orang menyebut makanan ini sebagai Pfannkuchen, yang mana artinya adalah pancake.
Donut ini, atau karena saya tinggal di barat Jerman, mari menyebutnya dengan Berliner, biasanya diisi dengan marmelade (selai). Rasa yang popular biasanya selai blueberry dan stoberi. Biasanya, Berliner ditaburi dengan gula bubuk halus, seperti yang terlihat pada gambar.
Soal rasa, anehnya dari pengalaman saya memakan Berliner, tidak semanis bayangan saya. Berkaca dari donut tabur gula di Indonesia, rasanya begitu manis dan gulanya sangat terasa. Tapi tidak dengan Berliner. Gula dan selainya tidak semanis itu.
Semoga bermanfaat.
Catatan Kaki
[1] Ich bin ein Berliner – Wikipedia
See less[2] Berliner (doughnut) – Wikipedia
Berapa % Orang Indonesia yang Berhasil menyelesaikan sekolahnya di Jerman?
Ijinkan saya membagikan pengalaman saat sedang menempuh kuliah di Jerman dan berharap semoga ini bisa menjadi penyemangat untuk teman-teman baik yang sedang menempuh kuliah di Jerman sendiri ataupun di Indo. Proses perkuliahan saya di mulai dengan mengikuti kursus bahasa Jerman di kota Aachen dari lRead more
Ijinkan saya membagikan pengalaman saat sedang menempuh kuliah di Jerman dan berharap semoga ini bisa menjadi penyemangat untuk teman-teman baik yang sedang menempuh kuliah di Jerman sendiri ataupun di Indo.
Proses perkuliahan saya di mulai dengan mengikuti kursus bahasa Jerman di kota Aachen dari level A1 hingga mencapai level B2. Saya datang ke Jerman dengan bantuan sebuah agen (konsultan pendidikan) yang datang ke sekolah saya pada saat SMA dan mempromosikan tentang kuliah di Luar Negeri, salah satunya Jerman. Karena tertarik akhirnya saya join dan tadaaa.. sampailah saya di Jerman dengan modal kemampuan bahasa Jerman yang minim.
Setelah melewati fase kursus bahasa, tibalah saatnya saya harus mengikuti Studienkolleg ( disingkat Studkol) selama 1,5 tahun. Normalnya waktu menjalani Studkol adalah 1 tahun.
”Lah terus kok kamu jadi 1,5 tahun?”
Hehe saya harus mengulang lagi di semester kedua karena target nilai untuk mendaftar kedokteran belum mencukupi saat itu. Sebenarnya kalau saya paksakan lulus bisa saja, tapi karena tujuan saya saat itu adalah Medizine, maka mau tidak mau saya harus berusaha mendapatkan nilai super bagus dengan range 1,0 – 1,5. Oh ya, sistem penilaian Jerman dan Indo itu kebalikannya ya. Di Jerman nilai 1 adalah yang paling bagus, sedangkan 4 paling jelek. Sedangkan Indo di mana 4 adalah cum laude, sedangkan 1 paling jelek.
Meskipun sudah mengulang satu semester, saya tetap belum bisa mencapai target nilai tersebut. Akhirnya saya menyerah dan memutuskan untuk bersikap realistis dengan mengambil jurusan lain.
Sedikit cerita mengenai studkol,
untuk setiap orang asing yang sistem sekolahnya beda dengan Jerman, mereka diwajibkan untuk mengikuti fase Studkol dan ini merupakan klasifikasi pertama untuk para student menghadapi realita kuliah ke universitas di Jerman. Btw, masuk studkol ini ada tes nya loh ya, yang disebut Aufnahmeprüfung. Hampir miriplah sama SBMPTN tapi soalnya ga sesusah itu menurut saya. Yang membuat Aufnahmeprüfung itu sulit karena harus mengerti bahasanya Jermannya itu. Hehe.
Padahal baru tes masuk studkol tapi di tahap ini pun sudah banyak calon student yang berguguran. Saya ambil contoh waktu jaman saya dulu tahun 2013 di Studienkolleg Halle (Saale). Jumlah peserta ujian saat itu perkiraan 800 orang dan yang keterima hanya sekitar 120 orang. Bayangkan hanya sekitar 1/5 yang keterima dari banyaknya peserta yang mendaftar.
Setelah diterima di Studkol pun belum berarti kita sudah aman, justru di fase inilah kita semakin mendapat gambaran realita awal dari kuliah di Jerman itu seperti apa. Nah kalo boleh di kira-kira, temen-temen saya yang datang ke Jerman dengan agen yang sama dan sedang menjalani studienkolleg bareng, hampir SETENGAHNYA harus pulang ke Indonesia. Karena ngulang lebih dari sekali. Tapi sebagian ada yang sanggup membayar studienkolleg swasta dan masih bisa melanjutkan peluang lulus dari Studienkolleg di Jerman.
Btw yang penasaran Studkol saya di Halle dulu kayak gimana, mungkin bisa ditonton video berikut ini hehehe
Setelah lulus Studienkolleg yang ketat, ternyata kuliah berbeda dengan ketika kita menjalani masa Studienkolleg. Oh ya, kalau di studkol teman-teman kita masih orang asing dari negara lain seperti Ukraina, Rusia, Arab, dll, sehingga rasa kebersamaannya masih terasa erat sekali karena merasa senasib sepenanggungan di negara orang. Sedangkan di kuliah, pergaulan kita adalah bersama orang lokal yaitu orang jerman sendiri.
Kuliah di Jerman terasa sangat santai dan tidak ketat. Bayangin aja, kuliah di jerman, kita bisa liburan setahun hampir 3 Bulan yaitu Winter (musim dingin) dan Sommer (musim panas). Jadi waktu kuliahnya bisa di bilang cukup singkat. Baru awal semester, ga terasa sudah mau ujian aja. Dan saking santainya, bnyak dari student di sana yang seperti di ninabobokan, lalu tiba-tiba di bangunin dengan disiram air sambil yang nyiram bilang “minggu depan ujian woi, sadar!”. Apalagi soal ujian dari profesor itu sulit dan hanya bisa kita lewatin kalo kita benar-benar mempersiapkan diri dengan belajar minimal sebulan sebelum ujian.
Akhirnya banyak dari kita tidak total dalam mempersiapkan diri menulis ujian dalam satu semester. Misal seharusnya ada 5 ujian, bisa jadi cuma lulus 2-3 ujian. Prosentase 50 menurut saya normal sebagai rata-rata buat smua pelajar Indonesia yang study di Jerman.
Saya jadi ingat, ada satu matkul saat kuliah dulu namanya ”Physiologi”. Saking susahnya itu matkul, saya belajarnya sambil nangis. Wkwk Sekalipun saya sudah mulai belajar dari sebulan sebelumnya tapi tetap saja saya masih merasa bodoh dan banyak sekali materi yang belum sempat saya pelajari. Alhasil saya memang lulus tapi dengan nilai mepet yaitu 4. Hahaha
Selain itu, tanpa disadari ada bom waktu yang suatu saat bisa meledak dan mengharuskan kamu buat pulang abis (apapun alasannya). Yaitu Ausländer Behörden, adalah instansi yang mengeluarkan VISA. Mungkin udah jadi rahasia umum buat student luar negeri, kalo perpanjang VISA di jerman sama aja kaya PERPANJANG NYAWA.
Puji Tuhan selama kuliah, visa saya selalu lancar sehingga tidak terlalu menjadi tambahan beban pikiran untuk saya pribadi. Tapi melihat pengalaman teman-teman yang lain, banyak dari mereka yang bermasalah dengan ijin tinggal tersebut. Alasannya bisa banyak faktor seperti masa studi yang kelamaan, masalah keuangan, tempat tinggal, dll.
Banyak dari teman saya berguguran di fase ini. Mereka diminta pertanggung jawaban kuliah, tapi ternyata jumlah ujiannya masih jauh dari harapan. Akhirnya harus pulang dengan tangan hampa.
Saya pernah membaca sebuah tulisan di blog seorang student indo di mana di situ dia memperkirakan prosentase kuliah di Jerman itu seperti ini :
Berkaca dari pengalaman saya selama kuliah di Jerman, saya bisa bilang ini adalah the saddest part of studying in Germany.
Jadi kalau ngeliat teman kuliah di luar negeri dengan segala kebahagian yang di pamerkan, ga usah cemburu atau iri dengan bilang ”ih enak banget sihh mentang-mentang kuliah di Luar.” Percayalah, itu semua hanyalah pencitraan di balik kesedihan dan depresi yang sering melanda terkait permasalahan kuliah di sana. Hahaha
Btw, tulisan ini tidak bermaksud untuk menakut-nakuti teman-teman yang sedang studi ataupun ingin studi di Jerman loh ya, hanya menjadi pengingat saja kalau sekolah di manapun itu pasti punya tantangannya sendiri-sendiri dan sudah sepatutnya kita berusaha untuk bertanggung jawab terhadap apapun pilihan yang kita ambil.
Semangat semuanya dalam meraih cita-cita yang diimpikan! ^_^
Bonus Pict jaman saya kuliah :
Saat sedang Vorlesung Biochemie
Bersama teman-teman sefakultas saat Immatrikulationsfeier (ospek) (saya yang pake jaket biru di depan. Maapkeun fotonya ngeblur, kejauhan sih ngambilnya hahaha)
Last pict :
Kota Halle (Saale), tempat di mana saya studkol dan kuliah. hihihi
See less