Adakah sebuah kalimat yang membuatmu terus bersemangat?
Share
Sign Up to our social questions and Answers Engine to ask questions, answer people’s questions, and connect with other people.
Login to our social questions & Answers Engine to ask questions answer people’s questions & connect with other people.
Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link and will create a new password via email.
Please briefly explain why you feel this question should be reported.
Please briefly explain why you feel this answer should be reported.
“Tenang, uripmu bakal enak.”
(Tenang, hidupmu bakal enak)
Sepotong kata yang keluar dari mulut seorang lelaki setengah baya di dalam mimpi di akhir tahun 90-an terus membantu melewati semua masa-masa tersulit di dalam hidup saya.
Saat itu umur saya masih menginjak pertengahan 20-an. Hidup terasa sangat berat. Tekanan keuangan membayangi setiap langkah karena saya harus membiayai semua anggota keluarga, sementara pendapatan tetap stagnan tak bergerak.
Pekerjaan terasa berat karena harus menghela perusahaan di tengah kelesuan ekonomi negara yang baru mencoba bangkit dari krisis ekonomi di akhir tahun akhir tahun 90-an. Kondisi susah ini membuat koordinasi perusahaan di tempat saya bekerja terasa dipenuhi oleh tekanan keuangan.
Suatu hari saya pulang ke rumah dengan sayap yang terasa mau patah. Hari itu terasa dunia tak berpihak kepada saya.
Sampai sekitar pk. 2 dinihari saya masih tak bisa memejamkan mata. Kemudian tak terasa saya memasuki alam mimpi. Disana saya berhadapan dengan seorang lelaki separuh baya dengan badannya yang liat.
Saya cuma ingat menyorongkan telapak tangan kiri saya untuk dia lihat.
Lelaki itu tampak serius mengamati garis-garis telapak tangan kiri saya. Kemudian dengan sedikit senyum yang ditarik ke sisi bibir kirinya, lelaki itu berkata,”Tenang, uripmu bakal enak.”
Demi mendengar kata itu saya langsung terbangun dan sadar bahwa saat itu saya tertidur di lantai rumah.
Segera saya lihat telapak tangan kiri saya dan sebuah kekagetan menerpa kepala. Garis-garis dalam telapak tangan yang saya sodorkan kepada lelaki setengah baya dalam mimpi tadi ternyata sama persis dengan garis-garis yang terdapat di telapak tangan kiri saya. Sebuah kebetulan, karena seumur hidup sepertinya saya tak pernah mencoba menghapalkan bentuk garis di kedua tangan saya.
Pada dinihari di sebuah tanggal dan tahun yang tak pernah saya ingat dengan persis tersebut, kata-kata yang keluar dari mulut lelaki di dalam mimpi itu mulai menempel di kepala saya.
Sebuah instruksi untuk tak perlu mengkhawatirkan masa depan.
Kata-kata tersebut lumayan membantu saya untuk mengatasi banyak gelombang ganas kehidupan. Sebuah kalimat yang teramat kuat karena di dunia ini saya tak pernah bisa menggantungkan hidup kepada orang lain. Hanya diri sendiri dan sebuah ilusi akan “hidup enak” yang menemani langkah kaki dalam menjejaki dunia.