Saya sempat membaca tulisan mas Eka Kurniawan berjudul Mimpi 4.0 Bangun Masih 0.1. Saya tidak menemukan artikel daringnya, jadi izinkan saya memberikan gambar artikelnya saja di bawah.
Saya menemukan bahwa infrastruktur, budaya, dan cara berpikir Indonesia belum siap untuk berpartisipasi di dunia internasional.
Saya pribadi percaya bahwa banyak negara berkembang seperti Indonesia menghadapi masalah ini. Karena globalisasi, negara-negara harus berhubungan dan terbuka satu sama lain. Orang-orang yang belum siap juga harus berpartisipasi karena jika tidak, mereka akan tertinggal jauh.
Saya sering berpikir tentang masalah ini, yaitu bahwa selagi Anda mempercepat mobil Anda, Anda harus melakukan perubahan. Jika Anda atau orang lain tidak bisa melakukannya, saya taruhan sepuluh ribu rupiah.
Solusinya? Andaikan saya bisa memberikan solusi. Karena saya tidak punya solusi dari benak pribadi saya, izinkan saya untuk mencomot lagi dari tulisan mas Eka.
Mas Eka membawa industri Animasi Jepang yang sudah mendunia. Saya senang dan setuju dengan Mas Eka yang menyoroti bahwa salah dua fondasi dari sebuah industri di suatu negara itu adalah budaya dan pola pikir. Membawa Silicon Valley atau Akihabara ke Indonesia tidak akan langsung membuat Indonesia menjadi pusat perkembangan teknologi atau animasi dua dimensi.
Teknologi tidak hanya harus dikembangkan dan dicuri, tetapi juga budaya dan cara berpikir yang menjadi fondasi. Saya setuju sekali lagi dengan Mas Eka bahwa bangsa Indonesia saat ini tidak membutuhkan beberapa individu jenius. Yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang dapat membuat mayoritas rakyatnya mengapresiasi budaya dan pola pikir kritis dari sains yang dapat memungkinkan Silicon Valley menjadi pusat industri teknologi dan memiliki tingkat apresiasi dan dukungan untuk karya seni yang memungkinkan industri animasi Jepang bertahan dan mendunia hingga saat ini.
Untuk membentuk hal itu, kata Mas Eka dalam artikel di atas, Indonesia harus benar-benar memperbaiki bidang pendidikannya. Mas Eka merujuk pada, khususnya, universitas yang seharusnya menjadi tempat produksi ilmu pengetahuan di Indonesia dan tempat di mana orang-orang menjadi tergila-gila pada ilmu pengetahuan. Jawabannya mungkin klise dan terlalu jelas, dan mungkin karena memang itulah jawabannya.
Semoga jawaban ini dapat membantu.