Tentu saja, kita harus pergi. Tapi jangan hanya karena alasan “keluarga”. Mereka tidak berhak bertindak semaunya terhadap kita. Aku juga berasal dari keluarga yang cukup manipulatif, kak. Aku baru menyadari seberapa toksik mereka setelah aku pindah rumah. Seberapa manipulatifnya mereka:
(1.) Sampai hari ini orang tua saya masih tinggal di rumah dinas dan tidak memiliki rumah sendiri. Setiap kali saya mencoba untuk membelikan mereka rumah, mereka menolak dengan alasan bahwa saya hanya bisa membelikan mereka rumah kecil di tepian kota. Karena saya tidak bisa memenuhi keinginan mereka untuk memiliki rumah sesuai yang mereka inginkan, saya merasa menjadi masalah. Mengapa saya tidak mencari pekerjaan yang lebih baik daripada hanya mengurus anak-anak di rumah? Mengapa saya tidak menikah dengan pria yang lebih kaya?
(2.) Setelah menikah, suami dan saya memutuskan untuk tinggal di rumah orang tua saya selama hampir 2 tahun. Kami berharap dapat menghemat biaya dan mendekatkan cucu pertama dengan kakek neneknya. Namun, ternyata mereka justru memanfaatkan kami sepenuhnya. Mereka tidak mau mengeluarkan uang sedikit pun, bahkan untuk cucu mereka sendiri. Kami yang harus membiayai segalanya, mulai dari belanja hingga jajan di luar. Setiap bulan, saya memberikan uang sejutaan kepada mereka, namun mereka berkata, “Untuk apa uang sejuta di zaman sekarang?”
(3.) Mereka melarang kami pulang ke rumah suami di kota lain. Alasannya, anak kami sedang sakit dan kasihan jika harus melakukan perjalanan jauh. Padahal, perjalanan ke kota suami hanya memakan waktu 2 jam.
(4.) Anakku terdiagnosis TBC ketika berusia 1 tahun karena tertular dari tukang pijatnya. Tukang pijat yang selalu dipuji oleh orangtua saya. Setelah mengetahui anakku sakit dan harus berobat selama 6 bulan, mereka tidak peduli bahkan menjaga jarak dengan kami yang tinggal serumah. Tetapi, mereka tetap mengharapkan uang dari kami tanpa henti. Saya hampir menangis ketika mengingat hal ini. Tabungan suami dan saya benar-benar habis. Gaji kami hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan bulanan saja. Tidak bisa menabung, bahkan hanya 50 ribu rupiah.
(5.) Ketika saya mengajak mereka untuk segera pindah rumah dan “menjual” hak kepemilikan rumah dinas, saya langsung dihina sebagai anak yang tidak tahu diri. Padahal, saat itu ayah saya sudah pensiun dan saya khawatir mereka akan terusir dari rumah tersebut suatu saat nanti. Saya hanya memikirkan nasib kedua orangtua saya. Nyatanya, saya malah dihina. Cacian yang mereka berikan padaku, bahkan sampai hari ini, adalah hinaan terparah yang pernah mereka berikan kepada anaknya.
Karena alasan-alasan itu, aku mulai menutup hatiku. Aku ingat setelah ditegur oleh ayahku, aku menangis di kamar sambil memeluk anakku. Harga diriku hancur rasanya. Aku tidak keluar kamar sampai suamiku pulang. Saat dia datang, aku hanya bisa menangis sambil memegangi bajunya. Aku memberitahunya bahwa aku ingin keluar dari rumah itu. Meskipun hidup sulit, tidak masalah. Yang penting, aku bisa memiliki kesehatan mental yang lebih baik.
Aku menceritakan semuanya. Betapa mereka juga merendahkan suami dan keluarganya. Aku tidak ingin anakku tumbuh di sekitar orang-orang seperti itu.
Tuhan pun mengabulkan doa kami. Beberapa bulan kemudian, suamiku pindah ke kota G di provinsi Jawa Timur. Tidak terlalu jauh dari kampung halamanku. Aku dengan semangat memberitahu mereka bahwa aku akan segera pergi dari rumah itu. Mereka marah besar, tapi aku tidak peduli. Karena aku merasa bahwa karena perlakuan mereka, aku seperti diusir dari sana.
Dan sekarang, aku hidup bahagia dengan keluarga kecilku. Dan berkat Tuhan juga, rejeki kami semakin terbuka. Dari awalnya hanya kontrak rumah sederhana, sekarang kami bisa membeli rumah sendiri. Suamiku juga mendapatkan promosi jabatan yang baik.
Aku tidak bermaksud menyakiti orang tuaku dengan segala yang aku lakukan. Sebaliknya, aku hanya berusaha memenuhi tanggung jawabku sebagai seorang istri. Aku telah berusaha melakukan hal-hal baik untuk mereka, tetapi malah dikecewakan dan disakiti. Mereka adalah orang-orang yang beracun bagi diriku. Aku harus tegar menghadapi semuanya demi keluarga kecilku. Ingatlah, hanya kamu yang bisa melindungi dirimu sendiri. Semoga berhasil!