Apakah benar banyak turis maupun mahasiswa Asia yang mengalami perlakuan rasis di Jerman?
Zulkarnaen ThaibExplainer
Apakah benar banyak turis maupun mahasiswa Asia yang mengalami perlakuan rasis di Jerman?
Share
Salah satu bentuk rasisme terhadap orang Asia di Jerman biasanya dimulai dengan panggilan “si mata sipit” (Schlitzaugen) atau “si pemakan nasi” (Reisfresser). Orang Jerman yang tahu aturan biasanya akan menggunakan kata “mata (berbentuk) almond” (Mandelaugen) ketika mereka memuji atau kebetulan membahas mata orang Asia.
Ketika bilang “orang Asia”, orang Jerman biasanya merujuk kepada orang-orang dari negara Asia Timur atau Asia Tenggara.
(India misalnya, juga Asia [Selatan], tapi orang di Jerman akan menggunakan istilah “orang India”, dan bukan “orang Asia” secara umum).
Setuju dengan pernyataan di jawaban lain, stereotip orang Jerman terhadap turis atau mahasiswa Asia pada dasarnya cenderung positif. Tidak seperti stereotip orang Jerman terhadap orang Turki atau Afrika Utara misalnya. [1]
Namun bukan berarti tidak ada kasus rasisme sama sekali tentunya. Hanya, rasisme terhadap orang Asia di Jerman tidak seperti rasisme terhadap orang berkulit hitam di US, saya rasa.
Kemungkinan mendapat perlakuan rasis di Jerman sepertinya berkorelasi dengan tempat di mana Anda tinggal (di Jerman bagian Timur lebih besar kemungkinan diskriminasinya, misalnya) atau dengan orang-orang seperti apa Anda berinteraksi. Biasanya orang yang dididik baik atau orang yang juga sudah terbiasa menjadi turis di negara lain tidak akan menyinggung atau mendiskriminasi hanya karena Anda orang Asia.
Yah, tidak sedikit sih orang terdidik yang juga rasis. Namun biasanya perilaku rasis mereka ini bersifat laten/tersembunyi, tidak terang-terangan sehingga bisa memalukan diri mereka sendiri.
Tahun 2016 ada kasus di kota Dessau-Roßlau, Jerman bagian Timur di mana seorang mahasiswi dari Tiongkok diperkosa dan dibunuh oleh seorang laki-laki Jerman. Orang tua tersangka kebetulan polisi dan tertuduh menghambat proses pengungkapan fakta pembunuhan sebenarnya. Kasus ini menuai banyak perdebatan di media Tiongkok mengenai rasisme polisi di Jerman terhadap orang Asia/asing.[2][3]
Selain itu, dulu waktu masih kuliah di universitas Mannheim, ada diskusi mengenai rasisme terhadap mahasiswa asing dari Tiongkok juga, karena BEM universitas menggunakan slogan “Not voting = Made in China” saat kampanye pemilihan ketua dan wakil ketua baru. Mahasiswa asing dari Tiongkok yang merasa diperlakukan rasis, dan mahasiswa Jerman yang berdalih hanya membuat candaan mengenai slogan itu terlibat adu argumen di grup Facebook meski akhirnya pihak BEM membuat klarifikasi permintaan maaf.[4]
Rasisme karena Corona
Terutama sejak adanya pandemi Corona, beberapa orang yang memiliki wajah khas Asia Timur mendapat perilaku rasis karena dianggap pembawa/penyebar virus. Salah satu kasusnya, seorang pasangan dari Korea Selatan yang tinggal di Berlin mendapat seruan “Happy Corona Day” atau “Corona Party” dari beberapa orang muda Jerman di tram. Ketika mereka melapor ke polisi, polisi pada awalnya tidak menanggapi laporan mereka dengan serius dan akhirnya menerima laporan korban setelah kedutaan Korsel di Jerman turun tangan. Di kasus lain, orang Korsel lain mendapat ujaran:
Karena adanya peningkatan tindakan rasisme berhubungan dengan Corona ini, beberapa orang berketurunan Asia sampai berinisiatif membuat situs dan hashtag Ich bin kein Virus = “Saya bukan virus” dan berbagi pengalaman diskriminasi mereka.[6][7]
Pelaku rasisme biasanya bukan hanya dari orang Jerman asli, tapi juga dari orang Jerman berketurunan Turki/Arab.
Terlepas dari beberapa kasus rasisme yang terjadi (dan yang saya tahu), saya pribadi tidak pernah mengalami perlakuan rasis, ataupun merasa diperlakukan rasis selama tinggal sekitar delapan tahun di Jerman.
Di awal pandemi Corona, saya hanya merasa beberapa orang di Jerman sering kali terlihat kaget ketika saya memasuki kereta/tram atau suatu ruangan, apalagi ketika saya satu-satunya orang yang memakai masker saat itu.
Sebelum adanya pandemi Corona, menggunakan masker di luar rumah di Jerman bukan hal yang biasa. Menggunakan masker di Jerman tidak selumrah di negara-negara Asia Timur atau di Indonesia, misalnya. Namun untungnya, saya tidak pernah sampai dikata-katai, diludahi atau dijahati seperti beberapa kasus yang saya baca di berita.
Pengalaman saya berurusan dengan polisi, petugas pengontrol tiket kereta, kasir di supermarket kebetulan tidak buruk.
Saya yang harusnya membayar denda karena tidak menyalakan lampu sepeda di petang hari akhirnya dibebaskan oleh satu polisi yang sedang berpatroli.
Suatu kali, saya salah mengambil jalur kereta dan tiket saya sebenarnya tidak berlaku untuk jalur itu pun tidak diharuskan membayar denda oleh si pengontrol tiket.
Di supermarket atau toko-toko lain, ada beberapa pengalaman dibayari orang atau tidak harus membayar sama sekali (bukan jumlah yang banyak, tapi).
Pengalaman tidak disukai orang Jerman di kampus, tempat magang atau tempat kerja sampingan juga ada sih. Tapi tidak saya korelasikan dengan fakta bahwa saya orang Asia dan tidak saya pedulikan. Toh saya tidak minta makan sama orang-orang itu. Hehehe
Mengenai pengalaman seorang wanita Korea Selatan yang mengalami perlakuan rasis di satu video di jawaban lain, saya rasa itu bukan hal yang pasti dialami orang asing atau akan terjadi setiap hari.
Di cuplikan pertama, dia sepertinya berada di Inggris (dan bukan Jerman). Selain itu, fakta bahwa dia mengekspos dirinya dengan kamera di tempat keramaian, membuat dia rentan diganggu dan dijahili orang lain. Yang menjahili tentunya bukan orang yang tahu sopan santun. Dan kasus seperti ini pasti ada di setiap negara, bukan spesifik di Jerman saja, saya rasa.
Selain itu, wanita Korsel itu terkesan tidak menjaga privasi orang-orang Jerman sekitar dia yang mungkin tidak mau tersorot kamera atau diikutsertakan secara live tanpa izin.
Saya tidak anti maupun nge-fans sama wanita itu, tapi menurut saya itu salah satu harga yang mau tidak mau harus dia bayar ketika melakukan live-streaming di tempat umum.
Tentunya pendapat saya mengenai rasisme terhadap turis atau mahasiswa Asia di Jerman tidak mewakili seluruh Jerman.
Edit/tambahan [8 Januari 2021]:
Berkat komentar/masukan seorang Quorawan, saya menyadari bahwa pengalaman saya tidak bisa digeneralisir sama sekali dengan mahasiswa/i asing lain di Jerman, karena banyak kondisi yang berbeda.
Jujur, saat saya menulis jawaban ini, saya tidak memperhatikan aspek lain seperti penggunaan hijab, yang mungkin bahkan cukup signifikan menentukan bagaimana seseorang dipersepsikan/diperlakukan oleh orang lain/asli Jerman.
Baca juga mengenai pengalaman seorang Quorawati yang melepas hijabnya di Jerman, yang salah satu alasannya karena mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan:
Jawaban Dyah Rahmawati untuk Bagaimana pendapatmu tentang melepas hijab? Putri saya ingin ikut pertukaran pelajar ke Prancis, di mana berhijab memang dilarang di sekolah umum. Ia mau melepas hijabnya, tapi ibunya melarang.
Catatan Kaki
[1] Jawaban Ray Djufril atas Apakah benar banyak turis maupun mahasiswa Asia yang mengalami perlakuan rasis di Jerman? di Cerita dari Jerman
[2] Mord an Studentin in Dessau: „Wir hatten über ein unfassbares Verbrechen zu urteilen“ – WELT
[3] Paar soll Chinesin in Dessau ermordet haben
[4] Statement referring to the postcard „Not Voting“ | AStA Uni Mannheim
[5] Erneut rassistisch motivierte Gewalt gegen Asiatin am 07.07.2020
[6] Dein Netzwerk gegen Rassismus
[7] Deutschland: Anti-asiatischer Rassismus durch Corona | DW | 22.06.2020