Menurut saya, aturan paling mudah yang bisa kita ikuti adalah: “Kalau memang rejeki, pasti akan kembali lagi. Kalau tidak kembali, berarti itu memang bukan atau belum rejeki kita.”
Kalau kita mencoba mencari penjelasan yang benar-benar tepat, kita akan terjebak dalam kompleksitas yang luar biasa dari ‘matematika Tuhan’ dan hukum alam yang tak mungkin sepenuhnya dimengerti oleh manusia.
Coba pikirkan, pernahkah Anda merasa bahwa dalam pekerjaan atau profesi Anda, ada tugas yang terasa mudah dan ada yang sangat sulit? Pasti ada, kan? Tidak mungkin semua tugas selalu mudah, dan tidak mungkin juga semuanya sulit. Ketika kita menghadapi kesulitan, biasanya ada penghargaan atau kepercayaan lebih dari orang yang memberikan pekerjaan tersebut, dan sering kali ada berkah setelahnya.
Namun, ketika pekerjaan terasa mudah dan gaji tetap sama, biasanya kita menyamakan jumlah sedekah yang kita berikan kepada orang lain, tanpa memikirkan bahwa usaha kita sebenarnya lebih ringan. Pernahkah terlintas untuk memberikan lebih ketika kita diberi kemudahan?
Sering kali, kita baru tergerak untuk bersedekah lebih besar saat mendapatkan rejeki yang lebih besar. Tapi, ketika pekerjaan terasa lebih mudah, kita jarang terpikir untuk berbagi lebih karena merasa usaha kita sudah cukup ringan.
Saya tidak bermaksud menakut-nakuti atau sok bijak. Hanya saja, coba pikirkan, apakah kita benar-benar ingin menghitung-hitung semuanya seakurat itu dengan alam dan Sang Pencipta? Kalau terlalu fokus pada itu, kita hanya akan repot sendiri.
Makanya, saya lebih suka berpegang pada prinsip sederhana yang sudah saya sampaikan tadi: “Kalau memang rejeki, pasti kembali lagi.” Dengan begitu, energi kita bisa lebih fokus pada berkarya dan bekerja, tanpa terlalu banyak memperhitungkan seperti berdagang dengan alam.