Hal apa yang berada di luar ekspektasimu dari kuliah di luar negeri?
Share
Sign Up to our social questions and Answers Engine to ask questions, answer people’s questions, and connect with other people.
Login to our social questions & Answers Engine to ask questions answer people’s questions & connect with other people.
Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link and will create a new password via email.
Please briefly explain why you feel this question should be reported.
Please briefly explain why you feel this answer should be reported.
Ekspektasi:
Kuliah luar negeri enak bisa jalan-jalan terus soalnya kuliahnya gampang-gampang. Pendidikan Indonesia kan lebih susah, buktinya soal SAT gampang banget buat orang Indonesia[1]
Kenyataan:
Semester pertama hampir nggak pernah keluar asrama buat maen, paling cuma maen salju bentar di halaman karena pengen banget bikin manusia salju. Kerjaan nongkrong di perpustakaan dan bikin tugas. Mungkin memang saya aja yang goblok jadi kerjaannya bergadang ngerjain tugas. Tapi setelah tanya-tanya yang bergadang nggak cuma saya saja tapi satu angkatan.
Tentang soal-soal SAT yang gampang banget, saya jadi menyadari kesalahan saya belajar matematika. Belajar matematika dan pelajaran eksakta di Indonesia adalah tentang menghafalkan rumus, menghafalkan tipe soal, dan tidak banyak penalaran. Mau UN nilai 100 juga rasanya tetap goblok dan akhirnya saya mengambil kelas pengetahuan dasar dari Coursera untuk belajar dari awal tentang konsep-konsep dasar berbagai mata pelajaran eksakta. Lebih baik ngulang belajar fondasi-fondasi penting dari awal daripada dungu selamanya.
Sebagai gambaran kompetensi pelajar Estonia yang belajar di universitas vs pelajar Indonesia:
…
Ekspektasi:
Habis kuliah luar negeri merasa paling keren, paling pinter, percaya diri lah pokoknya sudah jadi orang hebat dan sukses
Kenyataan:
Habis kuliah di luar negeri merasa makin tolol, semakin menyadari ketertinggalan dan kelemahan diri sendiri dibandingkan rekan-rekan dari berbagai negara dan merasa tidak ada yang perlu dibanggakan. Saya cuma terlihat keren di mata orang Indonesia yang jarang bepergian ke luar negeri dengan jumlah diaspora Indonesia yang tinggal di luar negeri juga tidak banyak.
Tidak ada yang perlu dielit-elitkan, semua cuma tipuan Instagram dan foto-foto kece dengan background bersalju. Kenyataannya ya saya lagi mengejar deadline laporan penelitian sambil makan Indomie pakai kaos oblong, sama persis kayak pas hidup di Indonesia. Yang kayak gini kan nggak asik buat dipajang di sosmed
…
Ekspektasi:
Habis kuliah luar negeri pengen masuk perusahaan terkenal atau nyari yang gajinya paling gede aja biar dihormati orang sekampung
Kenyataan:
Pssttt.. tahu nggak ada berbagai macam pekerjaan lain untuk software engineer, ada berbagai macam bidang, industri, dan spesialisasi yang tidak pernah kelihatan kalau saya terus tinggal dan bekerja di Indonesia. Jadilah sekarang saya akhirnya mengerjakan topik yang sedikit orang yang tahu dan sering ditanya: ’emangnya topik ini susah ya, kan cuma multiplikasi matriks atau cuma file system’.
Hehehehehehe, coba kerjain aja sendiri mbak/mas
…
TLDR; saya menemukan sisi lain dari diri saya sendiri di luar Indonesia, di luar pola pikir komunal, mengeksplorasi apa yang menarik untuk diri saya sendiri bukan karena orang lain bilang ini keren atau itu harus dilakukan. Beberapa orang mungkin sudah punya kepercayaan diri dari awal untuk menjadi diri sendiri, tapi bagi saya baru bisa ditemukan beberapa tahun terakhir dan itu tidak mudah.
Catatan Kaki
[1] Mengapa kualitas pelajar Indonesia dicap rendah di dunia? Padahal menurut pengalaman saya, tes masuk perguruan tinggi di luar negeri (seperti SAT) jauh lebih mudah dibandingkan dengan di Indonesia (terutama SIMAK UI).