Mengapa pemerintah Indonesia setuju untuk membayar utang Hindia Belanda sebesar 4,3 miliar gulden kepada Belanda?
Menurut tulisan Zovi Milanovi yang diterbitkan pada 8 Juni 2020, keputusan ini dipengaruhi oleh tekanan dari Amerika Serikat. Milanovi, yang melakukan penelitian mengenai proses dekolonisasi Indonesia di KITLV di Leiden, Belanda, menjelaskan bahwa Amerika Serikat mendorong Indonesia untuk melunasi utang kolonial Hindia Belanda, yang termasuk biaya militer Belanda dalam menekan gerakan kemerdekaan Indonesia. Jumlah utang ini setara dengan 4,3 miliar gulden, atau sekitar 19 miliar euro saat ini.
Pemerintah Indonesia membayar sekitar 3,7 miliar gulden atau 16 miliar euro dari tahun 1950 hingga 1956, dan sisanya 600 juta gulden dibayar antara 1973 dan 2003. Ini adalah beban berat bagi Republik muda Indonesia, namun memberikan stimulus besar bagi rekonstruksi pasca-perang Belanda. Untuk perbandingan, Marshall Plan yang diberikan kepada Eropa setelah Perang Dunia II bernilai sekitar 10 miliar euro.
Utang yang dimaksud bukanlah utang negara seperti pinjaman dari Bank Dunia atau IMF, melainkan mencakup seluruh investasi dan biaya operasional Belanda di Hindia Belanda, termasuk pembangunan infrastruktur dan biaya militer. Permintaan Belanda, didukung oleh AS, menunjukkan bahwa Hindia Belanda dianggap sebagai entitas terpisah, dengan pesan: “Jika Anda ingin mengambil alih Hindia Belanda, bayar investasi dan biaya kami.”
Dengan membayar utang ini, Indonesia diakui sebagai pihak yang sah dalam menguasai wilayah bekas Hindia Belanda, termasuk Papua. Jadi, meskipun ada kritik terhadap keputusan pemerintah Indonesia untuk membayar utang tersebut, tindakan ini secara faktual memperkuat klaim Indonesia atas wilayah bekas Hindia Belanda.