Apakah keruh seperti ini?
Sebagai pengguna Biosolar untuk industri, jika ada yang keruh seperti itu biasanya saya akan mengambil sampelnya dalam botol. Saya akan membiarkannya terkena sinar matahari selama beberapa jam. Jika hasilnya menjadi bersih dan berkilau, maka saya akan menggunakannya. Namun, jika tetap keruh, saya akan mengembalikannya kepada supplier. Saya khawatir terkontaminasi dengan bahan lain, seperti air.
Dalam hal warna, awalnya saya berpikir bahwa semakin cerah dan berkilau biosolar tersebut, maka kualitasnya akan semakin baik. Namun, ternyata tidak demikian. Saya pernah menggunakan biosolar dari salah satu supplier swasta, dan warnanya kurang lebih seperti ini.
Ternyata setelah dikomplain oleh operator, mesin menjadi ngempos. Sepertinya mesin kehilangan tenaganya. Namun, setelah kembali menggunakan biosolar dari supplier pertama, mesin tidak ngempos lagi.
Jadi, saya tidak lagi memperdebatkan masalah warna. Kadang-kadang warnanya merah seperti teh, kadang-kadang keemasan seperti minyak goreng. Namun, sejauh ini warna tersebut tidak mempengaruhi kualitasnya. Katanya, warna tersebut tergantung pada stok di gudang penyimpanan.
Oh ya, untuk supplier biosolar dari swasta, mereka memiliki formula dan spesifikasi sendiri. Contohnya adalah Indomobil dan Shell. Ada juga supplier swasta lainnya, meskipun mungkin namanya agak asing. Saya tahu ini karena beberapa kali menerima dokumen penawaran dari mereka.
Sedangkan untuk Pertamina, mereka memiliki produk B35. Orang masih sering salah menyebutnya HSD (High Speed Diesel) atau solar saja. Padahal saat ini HSD dan solar sudah tidak beredar. B35 sebenarnya mengacu pada komposisi produk tersebut, yaitu 35% Fame (Fatty Acid Methyl Ester) + 65% solar. Fame ini dibuat dari sawit, jadi mungkin itulah sebabnya biosolar kadang-kadang agak keruh, seperti minyak goreng. Ketika terkena cuaca dingin, biosolar ini bisa menjadi berkabut dan keruh. Namun, ini hanya kecurigaan saya, jadi belum tentu valid.
Kalau ngomongin BBM, ada beberapa pilihan yang bisa dipilih, tergantung kebutuhan dan budget juga sih. Salah satunya adalah Pertamina Dex, yang nggak pake Fame. Meskipun masih ada 20% Fame di Dexlite, tapi harganya jauh lebih murah. Karena itu, jarang banget pabrik, proyek, atau kapal yang pake Pertamina Dex. Selain itu, mesinnya juga besar, jadi kapal-kapal besar bisa pake BBM lain seperti MFO atau BCO.
Nah, BCO ini sebenarnya diolah dari limbah, biasanya oli bekas. Setelah melalui proses pengolahan dan penambahan bahan kimia, jadilah bahan bakar untuk mesin diesel. Cocok banget buat mesin-mesin besar seperti kapal, boiler, atau pembakaran aspal. Selain harganya lebih ekonomis, juga lebih ramah lingkungan. Tapi kalau buat alat berat, genset, atau kendaraan operasional, terutama yang baru, lebih baik pake Biosolar. Meskipun pabrik yang menghasilkan BCO mengklaim produknya sesuai dengan spesifikasi mesin industri dan alat berat, tapi tetap aja lebih berisap dan filternya lebih cepat kotor.
Oh iya, aku nggak percaya kalau minyak jelantah diolah jadi biodiesel. Menurutku, lebih mungkin minyak jelantah itu diolah lagi dan dijual sebagai minyak goreng baru. Tapi ya itu, cuma pendapatku aja, nggak ada bukti yang valid sih.