Strategi kreatif apa yang Anda lakukan untuk memasarkan produk selama COVID-19?
Yenny PermanaProfessional
Strategi kreatif apa yang Anda lakukan untuk memasarkan produk selama COVID-19?
Share
Hi kak Yenny Permana terima kasih atas permintaan jawabannya.
Strategi kreatif?
Saya dan pasangan merupakan praktisi bisnis kecil. Bidang clothing. Syukurlah. Ada rezeki dari pintu tersebut. Kami pun dipercaya menjadi mitra beberapa butik. Salah satunya butik milik artis wanita yang sering kali muncul di layar kaca.
Penasaran?
Penasaran aja terus.
Jadi menurut saya, mohon maaf jika menyinggung beberapa pihak, konsep daring atau online, satu sisi merupakan kreativitas tersendiri bagi beberapa pebisnis (menyerang seluruh marketplace, platform dan website jual beli, mengiklankan diri kesana-kemari, dibela-belain endorse, atau membayar model wanita cantik untuk dijadikan model, maupun sebagai sarana “streaming marketing” yang eksis saat ini dilakukan oleh banyak orang, hingga memakai jasa sundul di marketplace, atau menggunakan jasa marketing secara random yang ditawarkan oleh beberapa social media seperti Instagram sama Facebook) tapi menurut saya treatment tersebut merupakan hal yang memang wajar dilakukan.
Kreatif sih. Tapi hal ini wajar. Menurut saya.
Kalau saya, melakukan beberapa hal yang baru kali ini saya lakukan. Sedikit kreatif seperti topik pertanyaan kali ini. Namun saya menggunakan salah satu sisi diri saya:
RAJA TEGA.
Apakah Anda masih penasaran atau udah males baca?
Kalau masih kepo, ayo kita lanjut.
Kalau udah males baca, silakan close,lalu silakan buka pertanyaan atau jawaban lain yang lebih bermanfaat daripada jawaban enggak berguna kali ini.
Memangnya apa yang saya lakukan?
Bakar uang.
Seperti yang orang lain lakukan.
Kok seperti start up? Memangnya komoditi apa?
Komoditi beverages. Bukan komoditi clothing.
Produk kopi gini.
Caranya bakar uang?
Gak rugi situ bakar-bakar duit terus?
Niatannya sedekah. Ngasih orang kan berpahala. Menanam kebaikan pasti akan terbalas kebaikan pula. Namanya juga usaha baru merintis. Masa mau neko-neko. Pengusaha startup aja terkenal bakar-bakar uang sekian lama dulu. Keinginan mendapat profit ada. Pasti. Menggeliat di dalam diri.
Cara seperti ini benar-benar brengsek untuk orang yang ingin menjadikan bisnisnya yang sedang dihajar ini untuk menjadi bisnis utama.
Entah lagi kalau hanya bisnis kedua atau ketiga atau keempat. Karena ada bisnis selain sebagai penopang income untuk melakukan bakar-bakar uang. Jika masih merintis bisnis utama,dan dia nggak ada bisnis lain selain mencoba-coba bisnis ini, melakukan bakar-bakar ruang seperti ini sama saja seperti bunuh diri.
Tau Chairul Tanjung?
Coba kawan-kawan tahu gimana cara beliau jatuh bangun berjibaku pada masa lalunya.
Pinjam duit ratusan miliar. Untuk mengembangkan bisnisnya. Ternyata duitnya kurang. Pinjam lagi ratusan miliar.
Pernah masa-masa awal, per bulan dia rugi miliaran. Begitu terus berturut-turut.
Akhirnya kerja kerasnya membuahkan hasil. Beberapa usahanya mulai berkembang.
Seriusan enggak tahu siapa dia?
Nggak mungkin seorang quorawan atau quorawati nggak kenal beliau.
Pakai Google kalau belum tahu.
Ya udah gini aja.
Tahu cafe upnormal?
Apakah kawan-kawan tahu bagaimana dia merintis bisnisnya? Sedekah kesana kemari, makanan gratis di bungkus, tapi diselipin kertas, intinya meminta doa terhadap usaha yang baru dirintis tersebut.
Pernah dengar seperti ini?
Apakah saya yakin cara ini akan berhasil?
Mohon maaf.
Saya revisi kalimatnya.
Begini.
Toh bakar-bakar uang ini tetap saya atur sedemikian rupa. Nggak mungkin seluruh saldo di rekening saya bakar. Paling 0, sekian persennya aja. Atau hanya 1–3%.
Bakar sampai puluhan persen terhitung dari total saldo yang saya punya, ya gila gila aja dilakuin.
Kalo 5% bolehlah. Sambil menunggu income masuk lagi, lalu bakar-bakar lagi, dengan niat sedekah.
Pada kesempatan yang lalu aja ada dua temen yang udah Sungkan.
Paket yang kamu beri masih ada. Ini kok dikasih lagi?
Ya gak apa-apa. Stock.
Ada lagi yang bilang. Dia penggila kopi.
Woi jangan gitu ya aku yang paket terakhir beberapa hari lalu aja belum dibuka! Aku beli aja nih!
Udah gak papa bawa aja dulu rasain nikmatin.
Biar mampos dah.
Kawan-kawan pembaca sekalian. Terutama yang mengenal saya. Nggak usah saya tag dan sebut nama. Saya ada beberapa pesan.
Ah. Inilah akhir dari ulasan renyah saya.
Semoga bisa diambil manfaat.
Hmm.
“I don’t know the word ‘quit.’ Either I never did, or I have abolished it.” – Susan Butcher.