Saya menjelaskan bahwa diplomasi melibatkan keterampilan seseorang, baik sebagai individu, perwakilan organisasi, atau negara, dalam bernegosiasi untuk memperoleh keuntungan pribadi, organisasi, atau negara yang diwakilinya. Diplomasi bisa berupa berbagai aspek, seperti diplomasi budaya atau, dalam kasus saat ini, diplomasi vaksin COVID-19. Negara yang dapat memproduksi vaksin menggunakan produk mereka sebagai alat negosiasi dengan negara lain yang tidak memproduksi vaksin, meskipun efektivitas vaksin tersebut belum terbukti. Contohnya, vaksin Sinovac dari RRC, yang sebelum digunakan di Indonesia menjalani uji coba fase 3 yang diharapkan selesai pada Maret 2021, padahal vaksinasi sudah dimulai pada Januari 2021. Saya tidak tahu siapa yang diuntungkan dalam hal ini, apakah Indonesia atau RRC. Baru-baru ini, saya membaca di Kumparan bahwa vaksin Merah Putih, yang baru akan tersedia pada tahun 2022, harganya Rp70.000 per dosis, yang menurut saya lebih murah dibandingkan vaksin Sinovac. Mari kita berusaha dan berdoa agar muncul inovator dan kreator di Indonesia untuk mengatasi masalah yang ada dan yang akan datang, serta tidak hanya bergantung pada negara asing, melainkan juga mengembangkan ketergantungan yang saling menguntungkan.
Khikmatul FaijahExplainer
Apa yang dimaksud dengan pernyataan bahwa “vaksin COVID-19 digunakan sebagai alat diplomasi negara”?
Share