Argumen Taiwan bisa lebih maju dibanding Tiongkok Daratan karena menganut sistem demokrasi, tidak otoriter, dan lain-lain itu tidak benar. Urutannya salah. Taiwan menjadi kaya dan maju terlebih dahulu, lalu mereka menggunakan sistem pemilihan umum untuk memilih presiden.
(Sumber gambar: Ok Baizuo)
Pertumbuhan ekonomi tinggi dan pembangunan di Taiwan itu terjadi di zaman otoriter Chiang Kai-shek (lalu dilanjutkan anaknya yang sedikit kurang otoriter) dari tahun 1960–1980an. Pada saat itu otoritas Taiwan sudah tahu kesempatan merebut kembali Tiongkok Daratan sudah hilang, mereka memutuskan untuk fokus membangun infrastruktur di Taiwan secara besar-besaran. Mulai dari jalan tol, pelabuhan, bandara, pembangkit listrik, dan lain-lain. Pembangunan seperti ini mungkin cuma bisa terjadi di negara “otoriter”, bukan di negara “demokratis” yang akan menimbulkan backlash menjelang pemilu 😜.
Alasan lain Taiwan bisa maju lebih cepat adalah:
- Ketika ibukota Republik Tiongkok dipindahkan ke Taipei, semua emas Tiongkok dibawa ke provinsi Taiwan. Hampir semua professor, dokter, insinyur dan kelas-kelas elit Tiongkok juga ikut pindah ke Taiwan karena tidak ingin hartanya “jadi milik bersama”. Tiongkok Daratan secara praktis tidak ditinggalkan apa-apa. The price of a revolution?
- Otoritas Taiwan mewarisi infrastruktur modern (kota-kota yang tertata, sekolah, jalanan, bank, dll) yang dibangun Jepang saat menjajah Taiwan selama 50 tahun. Sedangkan Tiongkok Daratan kondisinya hancur di mana-mana akibat perang dalam 100 tahun terakhir (mulai dari perang opium).
- Taiwan mendapat dukungan investasi asing dari banyak negara, sedangkan Tiongkok Daratan disanksi berat.
- Provinsi Taiwan itu ukurannya sangat kecil dibandingkan seluruh Tiongkok Daratan.
Ketika Deng Xiaoping menjadi pimpinan Tiongkok Daratan, dia memutuskan untuk belajar dari kota Hong Kong, provinsi Taiwan, negara Singapura dan Korea Selatan. Jadi, apa yang Tiongkok Daratan sedang lakukan sekarang itu sama seperti apa yang Taiwan lakukan dulu untuk menjadi sebuah negara maju.
Sepakat dengan jawaban yang lain, tapi lebih dari itu. Saya berusaha untuk melihat melalui prespektif lain setidaknya ada dua prespektik, yakni kebijakan politik luar negeri beserta kondisi geopolitik kala itu, dan kebijakan politik dalam negeri.
Prespektif Politik Luar Negeri:
Pasca perang dunia kedua, kondisi dunia tengah porak poranda. Baik di Eropa sampai Tiongkok, dan hanya menyisakan dua negara besar saat itu. Amerika Serikat dan Uni Soviet menjadikan keduanya sebagai negara Superpower kala itu.
Kedua negara ini berupaya untuk berebut pengaruh di dunia, sehingga tidak heran dunia pada era tersebut di sebut dengan Perang Dingin akibatnya perpecahan terjadi salah duanya di Korea dan Cina. Kedua negara tentunya memberikan pengaruh dan memberikan bantuan terhadap pihak yang di dukungnya, Tiongkok dengan Partai Komunisnya di dukung oleh Uni Soviet dan Taiwan dengan Partai Nasionalisnya yang di dukung Amerika Serikat.
Pasca terpecah, Taiwan banyak mendapat bantuan dari Amerika Serikat sebagai bagian dari Containment Policy atau kebijakan untuk membendung pengaruh soviet. Bentuk kebijakannya bisa berbagai macam, mulai dari bantuan militer, persenjataan, infrastruktur, hingga yang paling penting kerjasama ekonomi.
Tidak cuma itu, pecahnya perang Vietnam juga turut membantu perkembangan industri Taiwan dan Korea Selatan sebab, Amerika Serikat menjadikan industri baik di Taiwan maupun Korea Selatan sebagai supplier utamanya dalam perang Vietnam.
Kesimpulannya? Amerika Serikat memberikan bantuan sebagai bagian dari Containment policy untuk menangkal pengaruh Soviet yang di dorong atas kondisi Perang Dingin yang tengah terjadi kala itu. RRC, Korea Utara, Vietnam, dan Kuba adalah contoh kegagalan Amerika Serikat dalam meredam pengaruh Soviet kala itu.
Prespektif Politik dalam Negeri:
Alangkah mustahilnya berbagai bantuan dan kebijakan Amerika Serikat kala itu jika tidak di kelola dengan baik oleh pemerintah dalam negerinya sendiri. RRC juga kala itu mendapatkan bantuan yang cukup besar dari Uni Soviet tapi hasilnya? Tidak ada.
Taiwan mengadopsi sistem ekonomi terbuka dan juga demokrasi yang menjamin kebebasan dan mencegah terjadinya Otoritarianisme yang terkenal akan kekejaman dan tingkat korupsi yang tinggi. Berbeda dengan Tiongkok yang jatuh kedalam otoritarianisme Mao Zedong dan menyebabkan kekacauan ekonomi. Pemerintah Taiwan justru dapat memanfaatkan bantuan yang di berikan untuk hal-hal produktif, seperti pembangunan, industrialisasi dan modernisasi.
Terima kasih, semoga membantu.